Aspirasi 17+8 Jadi Momentum Perkuat Supremasi Sipil

Oleh: Sintari Suadnya )*

Aspirasi 17+8 yang digulirkan mahasiswa dan masyarakat sipil menjadi salah satu peristiwa penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Tuntutan tersebut merepresentasikan partisipasi publik untuk memperkuat transparansi dan supremasi sipil sebagai prinsip utama kehidupan bernegara. Respon pemerintah, DPR, dan TNI yang terbuka menunjukkan bahwa negara bersedia menempatkan aspirasi rakyat sebagai bagian dari proses demokrasi yang sehat.

TNI menjadi salah satu institusi yang langsung mendapat sorotan dalam 17+8. Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen Freddy Ardianzah, menegaskan bahwa TNI menghormati sepenuhnya tuntutan masyarakat. Ia menyampaikan bahwa militer menjunjung tinggi supremasi sipil dalam kerangka hukum dan demokrasi Indonesia. Freddy menekankan bahwa kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah akan dilaksanakan TNI dengan penuh kehormatan. Pernyataan ini menunjukkan bahwa reformasi di tubuh TNI masih berjalan konsisten, khususnya dalam menjaga pemisahan peran antara militer dan sipil.

Tiga butir tuntutan yang diarahkan kepada TNI memperjelas harapan publik. Pertama, harapan publik agar TNI tetap fokus pada tugas pokok pertahanan negara. Kedua, penguatan disiplin internal agar prajurit tidak mengambil alih fungsi kepolisian. Ketiga, jaminan bahwa TNI tidak akan memasuki ruang sipil bahkan ketika negara menghadapi krisis demokrasi. Respons positif dari TNI memberi sinyal bahwa institusi ini siap beradaptasi dengan tuntutan zaman tanpa kehilangan kehormatannya sebagai penjaga pertahanan negara.

DPR juga bergerak cepat menanggapi aspirasi rakyat. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan bahwa lembaga legislatif telah memangkas sejumlah fasilitas dan tunjangan anggota dewan. Pemangkasan tersebut mencakup tunjangan perumahan, biaya listrik, jasa telepon, hingga tunjangan transportasi. Keputusan ini diambil dilakukan sebagai langkah proaktif DPR menjawab dinamika sosial ekonomi masyarakat. Dengan langkah itu, DPR menunjukkan kesediaannya untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan publik serta memperbaiki citra di mata rakyat.

Langkah DPR bukan hanya soal teknis penghematan anggaran, tetapi juga simbol bahwa wakil rakyat mendengar suara konstituennya. Dalam konteks demokrasi, kesediaan untuk menanggalkan privilese adalah wujud nyata penghormatan terhadap aspirasi rakyat. Dengan demikian, legitimasi DPR sebagai lembaga politik dapat diperkuat kembali melalui kebijakan yang lebih berpihak pada kepentingan publik.

Sementara itu, pemerintah pusat memastikan bahwa 17+8 tidak berhenti sebagai aspirasi di jalanan. Wakil Menteri Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro, menegaskan bahwa seluruh poin tuntutan sudah diterima secara resmi dan akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku. Pernyataan ini menegaskan bahwa pemerintah memandang aspirasi rakyat sebagai bagian dari amanat demokrasi yang harus dijawab melalui kebijakan nyata.

Tanggapan konsisten dari TNI, DPR, dan pemerintah memperlihatkan adanya komitmen bersama dalam menegakkan prinsip supremasi sipil. Hal ini penting karena demokrasi tidak hanya bertumpu pada prosedur elektoral, melainkan juga pada keterlibatan aktif rakyat dalam mengarahkan jalannya pemerintahan. Aspirasi 17+8 memperlihatkan bagaimana suara masyarakat dapat mendorong perubahan kebijakan sekaligus memperkuat legitimasi lembaga negara.

Peristiwa ini juga menjadi bukti kedewasaan demokrasi Indonesia. Mahasiswa dan masyarakat sipil menyalurkan aspirasi melalui mekanisme yang konstitusional, sementara pemerintah dan lembaga negara merespons dengan sikap terbuka. Dinamika ini menciptakan siklus sehat dalam kehidupan politik, di mana kritik dan respons dapat dijalankan tanpa mengganggu stabilitas nasional.

Sikap TNI yang menegaskan kepatuhan terhadap supremasi sipil memperlihatkan bahwa reformasi sektor keamanan masih terjaga. Hal ini menjadi jaminan bahwa militer tidak lagi bercampur dalam ranah sipil sebagaimana masa lalu. Dengan demikian, demokrasi Indonesia semakin terlindungi dari risiko militerisme yang bertentangan dengan prinsip negara modern.

Di saat yang sama, langkah DPR memangkas fasilitas dan tunjangan anggotanya memberi teladan moral bagi lembaga negara lain. Ketika rakyat menghadapi tantangan ekonomi, wakilnya menunjukkan kesediaan untuk ikut merasakan beban tersebut. Hal ini memperkuat pesan bahwa lembaga politik mampu beradaptasi dengan aspirasi masyarakat serta berkomitmen mempersempit jarak antara elit dan rakyat.

Pemerintah pusat yang memastikan tindak lanjut aspirasi rakyat semakin melengkapi konsolidasi ini. Dengan menempatkan suara publik sebagai dasar kebijakan, pemerintah memperlihatkan bahwa demokrasi Indonesia tidak hanya mendengar, tetapi juga bertindak.

Momentum 17+8 pada akhirnya menjadi titik penting dalam perjalanan demokrasi nasional. Melalui aspirasi ini, rakyat berhasil mengingatkan kembali pentingnya supremasi sipil, sementara negara menunjukkan kesiapan untuk menindaklanjutinya.

Lebih dari sekadar daftar tuntutan, 17+8 dapat dibaca sebagai simbol hubungan sehat antara rakyat dan negara. Jika konsistensi respons ini terus dijaga, maka ke depan aspirasi rakyat akan semakin menjadi bagian integral dari proses kebijakan. Dengan demikian, demokrasi Indonesia bukan hanya sekadar mekanisme formal, tetapi juga wadah yang benar-benar mencerminkan kehendak rakyat.

)* Pengamat Kebijakan Publik

More From Author

CKG Jadi Strategi Presiden Prabowo Bangun Sistem Kesehatan Adil dan Menyeluruh

Supremasi Sipil Jadi Jawaban Pemerintah atas Tuntutan 17+8

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *