Setahun Prabowo-Gibran, MBG Jadi Motor Pertumbuhan Ekonomi Lokal dan Rantai Pasok Nasional

Oleh: Citra Kurnia Khudori)*

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu kebijakan paling berdampak luas dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Program ini bukan sekadar inisiatif pemenuhan gizi anak bangsa, melainkan strategi besar untuk menggerakkan ekonomi lokal, memperkuat rantai pasok pangan nasional, serta menjembatani kebijakan pusat dengan aktivitas ekonomi masyarakat di tingkat akar rumput. MBG hadir sebagai bukti konkret bagaimana program pemerintah dirancang tidak hanya memberi manfaat langsung, tetapi juga menciptakan perputaran ekonomi yang produktif dan berkeadilan di seluruh wilayah Indonesia.

Masyarakat biasanya dihadapkan dengan rantai pasok pangan yang panjang dan rumit, dari mulai petani, UMKM, distributor, hingga tersedia di dapur penyaji. Namun dengan MBG, alur rantai pasok dapat dipotong agar suplai makanan bergizi bisa langsung memakai produk lokal dari daerah, tanpa terlebih dahulu melewati produsen besar.

Badan Gizi Nasional (BGN) sendiri telah menegaskan larangan penggunaan produk pabrikan atau makanan kemasan ultra-processed dalam menu MBG. Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, pernah menyatakan bahwa dapur MBG wajib memprioritaskan bahan baku lokal dan tidak mentolerir produk pabrikan, kecuali dalam kasus khusus daerah yang tidak memiliki usaha lokal seperti peternakan sapi.

Menurut Nanik, MBG harus menjadi sarana menghidupkan usaha masyarakat di sekitar sekolah. Selain itu, menu MBG juga diharapkan berbasis bahan segar yang menyehatkan dan mendukung perputaran ekonomi di tingkat bawah.

Larangan tersebut bukan sekadar perintah formal, melainkan sebuah upaya strategis memprioritaskan UMKM lokal sebagai bagian utama dalam ekosistem MBG. Dengan begitu, pelaku usaha kecil bisa menjadi pemasok bahan pangan segar dan olahan bagi dapur-dapur MBG di wilayahnya sendiri.

Bahkan kolaborasi ini sudah berjalan di berbagai tempat. BGN menggandeng UMKM pangan lokal melalui kemitraan dalam MBG agar bahan baku bisa disuplai dari daerah masing-masing. Setiap SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) diarahkan membeli bahan baku lokal, sebagian besar dari produk pertanian setempat.

Para pakar menilai bahwa MBG bisa memperkuat rantai pasok pangan nasional dari sisi hulu sampai hilir. Menurut Sekretaris Eksekutif Said Aqil Sirodj Institute (SAS Institute), Abi Rekso, MBG berpotensi memperkuat sektor hulu hingga hilir mulai dari petani, industry pangan, hingga distribusi logistik yang terintegrasi.

Abi menambahkan, MBG adalah misi jangka panjang, bukan hanya sekedar janji politik, karena mampu menciptakan ekosistem pengadaan bahan pangan yang terpadu.

Keuntungan lain yang diperoleh diantaranya, ketika permintaan lokal meningkat, petani dan peternak kecil dapat meresponsnya dengan memperluas produksi. Hal ini membuka peluang investasi skala kecil hingga skala menengah di sektor pertanian dan agroindustri di daerah.

UMKM juga mendapat lapangan kerja lebih besar ketika mereka menjadi bagian dari rantai pasok. Dapur MBG memberikan kesempatan bagi UMKM kuliner dan petani lokal untuk memproduksi bahan pangan seperti sayur, lauk, dan sambal yang kemudian langsung digunakan di dapur lokal.

Dalam hal ini, peran pemerintah pusat maupun daerah penting dalam mengakselerasi keterlibatan pemain lokal.

Mendorong Potensi Lokal Masuk Rantai Pasok

Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mendorong madu lokal masuk rantai pasok MBG. Ia menuturkan, program MBG tak hanya bertujuan memastikan asupan gizi anak-anak Indonesia, tetapi juga membuka peluang besar bagi penguatan ekonomi rakyat melalui keterlibatan UMKM penghasil madu dalam rantai pasok nasional.

Madu memiliki potensi besar menjadi komponen penting dalam menu MBG. Selain menyehatkan, masuknya madu ke rantai pasok MBG juga membuka ruang untuk meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas madu lokal.

Berdasarkan data Kementerian UMKM, kebutuhan madu di Indonesia mencapai 7.500 ton per tahun, dengan asumsi konsumsi per kapita sebesar 30 gram per tahun, sementara produksi nasional baru sekitar 2.000 ton per tahun.

Deputi Bidang Usaha Kecil Kementerian UMKM, Temmy Satya Permana menuturkan, pengintegrasian madu dalam menu MBG tidak hanya memperkaya kualitas gizi, tetapi juga memberikan nilai tambah ekonomi melalui pemanfaatan produk lokal yang berkelanjutan.

Buka Jalan Bagi Koperasi Lokal

Di daerah, Pemprov Kalimantan Timur membuka peluang selebar-lebarnya bagi koperasi lokal untuk ikut dalam rantai pasok Program MBG. Koperasi yang diikutsertakan dikurasi terlebih dahulu dan dinilai kesiapannya.

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (PPKUKM) Kaltim, Heni Purwaningsih menjelaskan, bahwa saat ini Pemprov Kaltim tengah melakukan pemetaan koperasi yang potensial. Proses kurasi meliputi penilaian aspek kelembagaan, kapasitas produksi, serta kesesuaian jenis usaha dengan kebutuhan bahan pokok MBG. Koperasi yang bergerak di sektor pertanian dan peternakan akan menjadi rioritas utama.

Heni menambahkan, pemerintah daerah ingin kemitraan tersebut tak hanya bersifat sementara, tetapi berkelanjutan agar ke depannya menjadi sistem yang menopang kesejahteraan petani dan peternak.

Salah satu koperasi yang sudah siap bergabung ialah Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KKMP) di Kelurahan Lempake, Samarinda. Koperasi tersebut sedang memfinalisasi kerja sama dengan tim MBG untuk penyediaan dua komoditas utama, yakni beras dan minyak goreng.

Jika terus dikelola dengan baik, program MBG bisa menjadi paradigma baru: pemberdayaan daripada pemberian sekadar konsumsi. Dengan memperkuat rantai pasok lokal, produksi dan konsumsi dapat bergerak dalam satu ekosistem yang adil, tidak berkelindan di terlalu banyak perantara.

)* Pemerhati Isu Sosial-Ekonomi

More From Author

Jelang Setahun Prabowo-Gibran: Makan Bergizi Gratis Jadi Investasi Generasi Emas 2045

Setahun Prabowo-Gibran, MBG Jadi Penggerak UMKM dan Ekonomi Rakyat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *