Kebijakan Pajak Impor Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM

Oleh : Dhita Karuniawati )*

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. UMKM mendominasi pertumbuhan ekonomi dengan menyumbang sekitar 60,5 persen produk domestik bruto (PDB) dan menyerap 96,9 persen dari total tenaga kerja. Untuk itu, pemerintah terus mendorong sektor UMKM melalui berbagai kebijakan dan program yang diharapkan dapat memajukan sektor tersebut. Salah satunya adalah kebijakan pajak impor untuk meningkatkan daya saing produk UMKM.

Selama satu dekade terakhir, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mendukung pengembangan UMKM, terutama dalam memperluas akses pasar ke luar negeri. Sebagai bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi 2015, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 177/PMK.04/2016 untuk mendukung peningkatan dan perluasan pasar ekspor usaha kecil dan menengah (UKM).

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, Zukifli Hasan memastikan akan segera menerapkan bea masuk barang impor 100%-200%. Hal tersebut dilakukan untuk menekan masuknya barang impor di pasar domestik yang lambat laun akan mematikan sektor industri dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam negeri.

Zukifli Hasan mengatakan, hampir seluruh barang impor siap pakai akan dikenakan bea masuk yang rata-rata berkisar di atas 100%. Beberapa di antaranya seperti produk beuty, alas kaki, Pakaian jadi, TPT dan keramik. Seluruhnya akan dikenakan bea masuk di atas 100%.

Menanggapi pernyataan Menko tersebut, Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jawa Timur, Medy Prakoso mengatakan bahwa dari segi perputaran ekonomi, apa yang dilakukan pemerintah sudah bagus arahnya karena sebagian besar impor Indonesia, sekitar 78 persennya adalah bahan baku yang selanjutnya bakal diolah di dalam negeri. Kemudian, dari jumlah itu, sebanyak 85 dari 78 persen bahan baku impor tersebut, semuanya diserap dan diolah kembali menjadi produk jadi untuk diekspor.

Sementara itu, Wakil Menteri UMKM, Helvi Yuni Moraza meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani meninggikan pajak barang impor agar produk lokal, terutama dari UMKM bisa berdaya saing. Selama ini, barang impor yang masuk ke Indonesia dijual dengan harga lebih murah, sehingga menjadi pilihan masyarakat. Akibatnya, produk lokal yang diproduksi UMKM menjadi tidak laku.

Selain urusan pengetatan arus barang impor, pemerintah berusaha untuk memperkuat UMKM, mulai dari akses permodalan, di mana pemerintah meluncurkan skema pembiayaan LPDB UMKM dan kementerian juga tengah melobi perbankan agar bisa menurunkan suku bunganya bagi para pelaku UMKM sehingga daya saing dari sisi harga meningkat.

Dari sisi UMKM sendiri, harus memiliki semangat yang disebut Lidin, atau loyalitas, integritas, disiplin, dan inovatif, di mana para pelaku usaha harus loyal pada konsumennya dengan tidak mengurangi mutu ketika sudah banyak dipakai atau dikonsumsi masyarakat demi laba tinggi. Kemudian, para pelaku usaha juga perlu berintegritas dengan berpegang teguh pada perjanjian kontrak yang dibuat. Helvi mengimbau para pelaku usaha harus berdisiplin, jika kontrak mengatakan 15 hari, jangan mundur jadi 20 hari. Yang terakhir adalah jangan berhenti berinovasi, karena persaingan saat ini bukan lokal, tapi global.

Pemerintah melalui dinas-dinas di daerah agar menginventarisasi pengusaha UMKM yang kemudian dikelompokkan sesuai klasternya seperti pertanian, fashion, makanan, atau ekonomi kreatif untuk diberikan penanganan masing-masing. Karena tiap klaster berbeda treatmentnya. Pihaknya berharap sesuai arahan Presiden Prabowo semua kerja layani masyarakat mulai dari bawah. Tentu saja ini butuh kerja sama semua pihak.

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024. Dalam PMK tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau pelaksanaan core tax system tersebut juga mengatur mengenai pungutan bea masuk maupun PPN.

PMK tersebut dirilis pada 18 Oktober 2024. Dalam hal ini PMK 81/2024 mengatur pelaksanaan pembaruan sistem administrasi perpajakan yang lebih transparan, efektif, efisien, akuntabel, dan fleksibel. 

Secara umum, PMK 81/2024 ini menyesuaikan ketentuan terkait dengan pendaftaran wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak, pembayaran dan penyetoran pajak, pelaporan pajak serta layanan administrasi perpajakan.

Salah satu yang diatur adalah impor barang yang dibebaskan dari pungutan bea masuk maupun PPN. Pada pasal 219 ayat 1 disebutkan ada 19 jenis barang impor yang bebas bea masuk dan PPN. Jumlah tersebut meningkat karena dalam UU No. 17/2006, hanya ada 17 jenis barang impor yang dibebaskan pajak.

Komitmen pemerintah terakit kebijakan pajak impor perlu didukung oleh seluruh elemen masyarakat, terutama sektor UMKM. Sebab, kebijakan ini akan bermanfaat signifikan bagi kemajuan UMKM di Indonesia. Dengan nilai tukar yang menguntungkan, eksportir kita juga seharusnya bisa memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan ekspor. Hal ini penting untuk memperbaiki neraca perdagangan di Indonesia.

*) Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

More From Author

Langkah Tegas Pemerintah Berantas Judi Online Hingga ke Akarnya

Hindari Konten Judi Online dengan Bijak Menggunakan Media Sosial

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *