Jangan Biarkan Nasionalisme Terkikis oleh Budaya Pop Bendera Bajak Laut

Oleh: Naufal Raditya

Fenomena pengibaran bendera bergambar tengkorak ala bajak laut yang terinspirasi dari budaya Jepang masih berlanjut pasca perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. Kondisi ini menjadi perhatian karena tidak sejalan dengan nilai-nilai nasionalisme, terutama saat simbol kebangsaan seharusnya dihormati sepenuh hati. Merah Putih adalah lambang kedaulatan, persatuan, dan pengorbanan para pahlawan bangsa, yang harus selalu dijaga dari tren budaya asing. Fenomena ini menjadi pengingat bahwa nasionalisme bukan sekadar simbol, tetapi juga perilaku yang tertanam dalam keseharian.

Peringatan kemerdekaan seharusnya menjadi momentum untuk meneguhkan cinta tanah air sekaligus memperkuat kebersamaan. Namun, fakta bahwa fenomena bendera bajak laut masih terjadi menunjukkan perlunya edukasi lebih mendalam tentang makna simbol kebangsaan. Pendidikan dan konten kreatif yang menekankan nilai patriotisme menjadi sangat penting agar generasi muda tetap mencintai Merah Putih sambil menikmati hiburan modern. Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, seperti lomba mendesain bendera nasional, pameran sejarah perjuangan bangsa, dan kampanye digital tentang Merah Putih, bisa menjadi sarana efektif menanamkan nilai kebangsaan.

Anggota DPR RI, Herman Khaeron, menyampaikan bahwa pengibaran bendera bajak laut di momen peringatan kemerdekaan jelas tidak pantas. Ia menekankan bahwa ekspresi budaya memang perlu ruang, tetapi tidak boleh mengaburkan makna simbol kebangsaan. Menurutnya, momentum kemerdekaan sebaiknya digunakan untuk mempererat kebersamaan sekaligus mendukung pembangunan nasional.

Herman juga menambahkan bahwa pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo telah meluncurkan berbagai program pro-rakyat, seperti Makan Bergizi Gratis, Sekolah Rakyat, Koperasi Desa Merah Putih, dan Festival Merah Putih di tingkat kabupaten dan kota. Program-program tersebut bertujuan memperkuat kemandirian bangsa sekaligus menghadirkan kesejahteraan yang merata. Ia menilai energi generasi muda sebaiknya diarahkan untuk mendukung agenda pembangunan, bukan terjebak tren budaya yang menimbulkan kontroversi.

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyampaikan bahwa kritik dan aspirasi masyarakat tetap penting, tetapi harus disampaikan dengan cara bermartabat dan konstruktif. Kreativitas anak bangsa memang patut diapresiasi, namun tidak boleh mengurangi kesakralan Sang Merah Putih sebagai perekat bangsa. Menurutnya, menjaga marwah simbol negara adalah tanggung jawab bersama seluruh warga negara tanpa terkecuali.

Lebih lanjut, Wakil Menteri Agama, Romo Muhammad Syafi’i, menyampaikan bahwa fenomena ini perlu dilihat dari sisi budaya populer yang tengah digemari anak muda. Ia memahami daya tarik anime dan manga yang sarat nilai perjuangan, kebebasan, dan perlawanan terhadap ketidakadilan. Namun, ia menegaskan nilai tersebut seharusnya digunakan untuk memperkuat kecintaan terhadap tanah air, bukan menggantikan identitas nasional.

Romo juga mendorong agar kisah kepahlawanan bangsa dikemas secara modern melalui film, komik, atau konten digital. Dengan cara itu, generasi muda tetap bisa menikmati budaya global sembari mengenal sejarah bangsanya dengan lebih dekat. Ia optimistis narasi kepahlawanan Indonesia dapat bersaing dengan cerita asing bila dikemas secara kreatif dan relevan.

Pemerintah saat ini juga telah menyiapkan berbagai program untuk menguatkan nasionalisme dan kesadaran berbangsa, seperti Profil Pelajar Pancasila, festival kebudayaan Merah Putih di sekolah, lomba karya digital bertema pahlawan, dan platform edukatif sejarah perjuangan bangsa secara daring. Program-program ini memberi ruang bagi kreativitas generasi muda sekaligus menanamkan kecintaan terhadap Merah Putih. Anak-anak dan remaja diajak memaknai simbol negara secara positif dan membanggakan.

Fenomena bendera bajak laut yang masih terjadi menjadi pengingat bahwa nasionalisme harus terus dijaga. Budaya global boleh mewarnai kehidupan masyarakat, tetapi tidak boleh melampaui batas penghormatan terhadap simbol negara. Merah Putih adalah harga mati, dan setiap bentuk kreativitas tetap harus menempatkan Sang Saka di atas segalanya.

Langkah penertiban yang dilakukan aparat terkait pengibaran bendera bajak laut harus dipahami sebagai upaya menjaga martabat bangsa. Negara bukan anti-kreativitas, tetapi mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi tidak boleh mengorbankan nilai kebangsaan. Kritik tetap dapat disalurkan melalui mekanisme demokratis yang sehat, tanpa menodai simbol pemersatu bangsa.

Ke depan, penguatan narasi nasionalisme dapat dilakukan lebih inovatif. Festival budaya, film bertema pahlawan, lomba digital kreatif, dan konten edukatif dapat membumikan kecintaan terhadap Merah Putih. Generasi muda akan semakin bangga pada sejarah bangsanya sekaligus mampu menghadapi derasnya arus globalisasi. Upaya ini juga memperkuat ketahanan budaya sekaligus memperkokoh jati diri bangsa.

Semangat nasionalisme yang diwariskan para pendiri bangsa adalah fondasi yang tidak boleh terkikis oleh tren sesaat. Setelah perayaan 17 Agustus, seluruh elemen bangsa memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kehormatan Merah Putih. Hanya dengan persatuan dan kecintaan pada tanah air, Indonesia akan mampu menghadapi berbagai tantangan global tanpa kehilangan jati dirinya.

Merah Putih adalah jiwa bangsa yang harus selalu dijaga dengan sepenuh hati. Budaya populer boleh mewarnai kehidupan masyarakat, tetapi tidak boleh melampaui kesucian simbol negara. Pasca peringatan kemerdekaan, mari teguhkan kembali komitmen bahwa kesetiaan kepada Sang Saka adalah harga mati. Dengan nasionalisme yang kokoh, Indonesia akan tetap berdiri tegak sebagai bangsa merdeka, berdaulat, dan disegani dunia.

)* Penulis adalah Pengamat Isu Sosial

More From Author

Strategi Transisi dan Investasi, Kunci Pemerintah Wujudkan Swasembada Energi

Bijak Sikapi Isu, Jangan Biarkan Provokasi 28 Agustus Memecah Keharmonisan Bangsa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *