Oleh: Raditya Hanggara *)
Reformasi ketenagakerjaan yang tengah dijalankan pemerintah menjadi bukti keseriusan negara membangun tata kelola yang bersih, transparan, dan akuntabel. Menteri Ketenagakerjaan RI, Yassierli, menegaskan bahwa perubahan mendasar sedang berlangsung sehingga masyarakat, khususnya kalangan pekerja, tidak perlu lagi menyalurkan aspirasi melalui aksi demonstrasi. Pemerintah memastikan kepentingan buruh, pengusaha, maupun publik secara luas tetap menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan.
Komitmen itu tampak dari respons cepat pemerintah terhadap dinamika di internal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) setelah KPK menetapkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan bersama delapan pegawai sebagai tersangka dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Yassierli segera mengumpulkan seluruh pimpinan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Fokus utama adalah memperkuat penataan sistem dan digitalisasi layanan perizinan agar pelayanan publik tetap berjalan optimal meski kementerian menghadapi ujian integritas.
Konsolidasi di Kemnaker tidak berhenti pada pertemuan seremonial. Setiap pejabat diwajibkan menandatangani pakta integritas, sebagaimana sebelumnya telah diberlakukan bagi hampir 1.000 PJK3. Melalui mekanisme ini, seluruh aparatur kementerian memiliki tanggung jawab moral sekaligus hukum untuk menghindari pungutan liar, pemerasan, maupun penyalahgunaan kewenangan.
Selain memperkuat disiplin internal, pemerintah juga menunjukkan keterbukaan dengan mendukung penuh proses pendalaman data oleh KPK. Kerja sama ini menjadi sinyal bahwa agenda reformasi tetap berjalan sesuai jalur tanpa kompromi terhadap praktik korupsi. Transparansi semacam ini memberi jaminan kepada masyarakat bahwa sektor ketenagakerjaan sedang dibenahi secara serius.
Dorongan untuk mengusut kasus secara tuntas juga datang dari parlemen. Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra, menekankan pentingnya KPK mengurai secara mendalam dugaan aliran dana pemerasan dalam proses pengurusan sertifikasi K3 di Kemnaker. Menurutnya, penyelidikan yang transparan dan menyeluruh akan menjadi kunci untuk memastikan tidak ada praktik penyalahgunaan kewenangan di lembaga negara.
Dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan pada 20 Agustus 2025, penyidik mengamankan 14 orang, termasuk eks Wamenaker Immanuel Ebenezer (Noel), serta barang bukti berupa uang tunai, kendaraan, dan catatan transaksi. Dari konstruksi perkara, KPK menemukan dugaan pemerasan bernilai Rp81 miliar. Padahal, biaya resmi sertifikasi K3 hanya Rp275 ribu, tetapi pekerja dibebani hingga Rp6 juta dengan modus memperlambat proses bila tidak ada pembayaran tambahan.
Menyikapi temuan tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan memperkuat agenda perbaikan sistem. Pembenahan tidak hanya menyasar jajaran pimpinan, tetapi juga menyentuh level koordinator dan sub-koordinator di Direktorat Jenderal Binwasnaker K3. Yassierli menginstruksikan pembentukan Tim Manajemen Perubahan lintas direktorat untuk mengevaluasi layanan sekaligus memperkuat sistem pengendalian risiko. Tim ini diharapkan menjadi motor penggerak reformasi agar seluruh program sejalan dengan prinsip akuntabilitas.
Langkah lain yang menunjukkan ketegasan pemerintah adalah rencana rotasi bahkan pencopotan pejabat maupun staf yang terindikasi bermasalah. Siapa pun yang terlibat dalam praktik pungli akan diganti demi menjaga kredibilitas kementerian. Kebijakan ini sejalan dengan agenda reformasi struktural yang menekankan penataan ulang layanan, penguatan manajemen risiko, dan percepatan digitalisasi.
Perubahan-perubahan tersebut membawa manfaat langsung bagi pekerja. Digitalisasi perizinan memberi kepastian hukum, mempercepat pelayanan, serta meminimalisasi potensi konflik di lapangan. Dengan adanya kanal aspirasi yang terbuka dan mudah diakses, ruang untuk aksi demonstrasi menjadi semakin kecil. Aspirasi buruh tidak lagi perlu disuarakan di jalan, melainkan tersampaikan melalui mekanisme resmi yang lebih konstruktif.
Reformasi ketenagakerjaan juga memperkuat kepercayaan publik terhadap negara. Salah satu faktor yang sering memicu demonstrasi adalah ketidakjelasan jalur komunikasi antara buruh, pengusaha, dan pemerintah. Kini, dengan sistem digital yang transparan, ruang partisipasi semakin luas sehingga potensi kesalahpahaman dapat ditekan.
Dampak positif lainnya adalah pada iklim investasi. Investor memerlukan kepastian hukum dan birokrasi yang efisien. Dengan reformasi struktural di Kemnaker, proses perizinan lebih cepat dan sederhana. Kondisi ini membuat Indonesia semakin kompetitif dalam menarik penanaman modal asing, yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja baru.
Reformasi pelayanan publik di sektor ketenagakerjaan juga menjadi strategi memperkuat hubungan industrial. Konsistensi penerapan pakta integritas dan sistem pengendalian risiko menjadi kunci keberhasilan. Jika agenda ini berjalan konsisten, maka tuntutan yang biasanya diwujudkan lewat aksi massa dapat terjawab dalam bentuk kebijakan yang lebih pasti dan berkeadilan.
Melalui serangkaian langkah tersebut, pemerintah membuktikan bahwa aspirasi pekerja tetap dihormati tanpa harus turun ke jalan. Reformasi yang dijalankan bukan hanya respons jangka pendek, melainkan komitmen jangka panjang untuk menghadirkan tata kelola ketenagakerjaan yang modern, adaptif, dan berintegritas. Transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas menjadi fondasi baru yang memperkuat rasa percaya antara masyarakat dan pemerintah.
Karena itu, demonstrasi sejatinya tidak lagi relevan dalam konteks reformasi yang sedang bergulir. Pemerintah telah menyiapkan forum bipartit, tripartit, hingga jalur digital sebagai kanal penyampaian aspirasi. Mekanisme ini jauh lebih produktif ketimbang mobilisasi massa yang berisiko menimbulkan kerugian sosial maupun ekonomi.
Ke depan, tantangan tentu tidak ringan. Namun langkah berani yang sudah ditempuh memberi sinyal kuat bahwa tidak ada kompromi terhadap integritas. Setiap kebijakan diarahkan pada pelayanan publik yang lebih baik, sekaligus memastikan kesejahteraan pekerja tetap menjadi prioritas. Dengan dukungan publik, agenda reformasi yang dijalankan tidak sekadar menjadi wacana, melainkan mampu membawa dampak nyata bagi dunia kerja di Indonesia.
*) Pengamat Isu Ketenagakerjaan
[ed]