Oleh: Aditio Putra Reynaldi
Gelombang aksi massa yang belakangan terjadi menunjukkan betapa cepatnya informasi dapat memicu gejolak di tengah masyarakat. Tidak jarang, kabar yang belum tentu benar justru dimanfaatkan pihak tertentu untuk menyulut provokasi. Kondisi ini membuat generasi muda, yang merupakan pengguna aktif media sosial, diminta lebih berhati-hati dalam menyikapi informasi agar tidak terjebak dalam arus kerusuhan yang merugikan bangsa.
Pengamat politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana, mengingatkan bahwa gelombang demonstrasi yang terus berlangsung berpotensi mengganggu stabilitas nasional dan menimbulkan konflik horizontal antar kelompok masyarakat. Dalam situasi ini, generasi muda memiliki peran penting untuk bijak menyikapi informasi, terutama yang dapat memicu emosi atau tindakan anarkis. Mereka diharapkan mampu menyaring berita dengan cermat, mendorong dialog konstruktif, dan menyampaikan aspirasi secara aman. Dengan kesadaran seperti ini, generasi muda dapat membantu menjaga ketertiban sekaligus mendukung terciptanya stabilitas politik dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.
Dalam kesempatan terpisah. Dr. Aditya menjelaskan bahwa aspirasi publik pada dasarnya memang telah diatur dalam konstitusi. Namun jauh terpenting, kebebasan berpendapat harus disalurkan dengan cara-cara yang tertib, tidak anarkis, serta tidak melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Menurutnya, Aksi yang destruktif justru berpotensi merugikan masyarakat luas, menimbulkan kerugian materi maupun korban jiwa, dan pada akhirnya melemahkan persatuan bangsa yang seharusnya tetap dijaga. Oleh karenanya, beragam upaya yang dilakukan oleh Pemerintahan Presiden Prabowo dalam memulihkan keamanan dan ketertiban umum perlu mendapat dukungan luas dari masyarakat. Tokoh politik pun diharapkan dapat terus berempati kepada masyarakat dan mampu menjaga sikap agar situasi semakin kondusif.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Marsudi Syuhud, dalam wawancara di Stasiun TV swasta menyampaikan bahwa unjuk rasa adalah hak setiap warga negara, namun harus dilakukan dengan tertib dan menjunjung tinggi tanggung jawab moral. Menurutnya, masyarakat perlu berhati-hati agar tidak terjebak dalam provokasi yang bisa memicu kerusuhan. Marsudi Syuhud menekankan bahwa aksi massa tidak boleh berubah menjadi tindakan anarkis yang merugikan orang banyak, dan menjaga kedamaian bukan hanya menjadi tugas aparat keamanan, melainkan juga kewajiban moral seluruh komponen bangsa. Imbauan ini sejalan dengan upaya pemerintah mendorong masyarakat, terutama generasi muda, untuk menyalurkan aspirasi secara cerdas, damai, dan bertanggung jawab, sehingga demokrasi dapat berjalan sehat tanpa mengorbankan stabilitas nasional.
Pemerintah telah mengambil berbagai langkah konkret untuk memastikan dinamika penyampaian aspirasi publik berjalan kondusif. Salah satu kebijakan penting adalah pembentukan satuan tugas khusus yang bertugas merespons cepat potensi gejolak sosial, sekaligus menyediakan ruang mediasi bagi masyarakat yang ingin menyampaikan keberatan atau tuntutan. Kehadiran mekanisme ini menunjukkan bahwa pemerintah menempatkan dialog sebagai jalur utama dalam menyelesaikan persoalan.
Selain itu, pemerintah juga membentuk berbagai forum komunikasi resmi yang mempertemukan pemangku kepentingan lintas sektor. Forum tersebut diharapkan menjadi kanal efektif untuk menyalurkan aspirasi, membangun kesepahaman, dan mencari solusi jangka panjang. Dengan langkah tersebut, pemerintah menegaskan bahwa stabilitas nasional lebih kokoh jika ditempuh melalui musyawarah yang terarah daripada ketegangan yang berujung kerusuhan.
Dari sisi pengamanan, aparat keamanan dikerahkan dengan pendekatan humanis untuk memastikan aspirasi tersampaikan tanpa mengganggu ketertiban umum. Aparat diarahkan untuk menjaga situasi tetap damai dan mencegah adanya provokasi yang bisa memperburuk keadaan. Langkah ini menegaskan komitmen pemerintah bahwa keamanan nasional harus sejalan dengan penghormatan terhadap hak demokratis warga.
Di samping itu, pemerintah juga aktif melakukan edukasi digital melalui Kementerian Komunikasi dan Digital. Upaya ini bertujuan mencegah penyebaran informasi palsu yang sering kali memperkeruh situasi. Dengan demikian, masyarakat, terutama generasi muda, didorong untuk menjadi agen penenang, bukan penyebar kepanikan.
Upaya menjaga ketertiban tidak hanya bergantung pada pemerintah, melainkan memerlukan solidaritas nasional. Generasi muda diharapkan menjadi pelopor dalam menjaga kerukunan, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Melalui peran mereka sebagai pengguna aktif media sosial, generasi muda dapat membantu meredam isu provokatif dengan menyebarkan informasi yang benar dan menenangkan.
Selain generasi muda, masyarakat luas juga memiliki peran yang tidak kalah penting. Semangat gotong royong, yang selama ini menjadi ciri khas bangsa Indonesia, harus dihidupkan kembali dalam menghadapi isu-isu yang berpotensi memecah belah. Solidaritas lintas kelompok dan instansi menjadi benteng kuat agar provokasi tidak menemukan ruang untuk berkembang.
Pemerintah menyadari bahwa stabilitas nasional hanya bisa terwujud melalui kerja sama antara negara dan rakyat. Karena itu, kanal aspirasi resmi terus dibuka, sementara masyarakat diajak untuk memanfaatkan jalur tersebut secara bijak. Dengan cara ini, setiap perbedaan pandangan dapat dikelola secara sehat tanpa mengorbankan keamanan bersama.
Generasi muda Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan bangsa di tengah derasnya arus informasi. Pemerintah telah menyediakan ruang demokrasi, kebijakan responsif, dan pengamanan humanis, dan keberhasilan menjaga stabilitas sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat. Melalui sikap bijak dalam menyikapi informasi dan semangat solidaritas nasional, Indonesia diyakini mampu menghadapi setiap tantangan tanpa harus terjerumus pada kerusuhan. Optimisme ini harus terus dipelihara, agar demokrasi berjalan sehat seiring dengan terciptanya suasana aman dan damai di seluruh tanah air.
)*Penulis Merupakan Pengamat Isu Sosial