Oleh: Rendra Prakoso *)
Pemerintah mulai merealisasikan kebijakan distribusi tunjangan kinerja (tukin) secara bulanan bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan perguruan tinggi. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya reformasi sistem penggajian di sektor pendidikan tinggi, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dosen sekaligus mendorong perbaikan kinerja akademik. Pada Juli 2025, pencairan tukin untuk periode Januari hingga Juni secara rapel telah dijadwalkan, sementara untuk bulan-bulan berikutnya akan diberikan secara rutin setiap bulan.
Menurut Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Prof. Brian Yuliarto, pencairan tunjangan ini merupakan bagian dari agenda reformasi sistem penggajian dosen ASN. Tukin yang diberikan mencakup periode Januari hingga Juni 2025 dan akan diberikan secara rapel, sedangkan untuk bulan Juli dan seterusnya, pembayaran akan dilakukan secara reguler setiap bulan. Penegasan ini menunjukkan adanya konsistensi pemerintah dalam memastikan sistem remunerasi berjalan sesuai prinsip keberlanjutan dan akuntabilitas.
Tukin bukan sekadar tambahan penghasilan, melainkan instrumen strategis dalam menciptakan atmosfer akademik yang sehat dan produktif. Dalam konteks dosen ASN, kebijakan ini menjadi instrumen penting untuk menumbuhkan semangat dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Peningkatan kesejahteraan secara langsung berkontribusi pada fokus dan dedikasi dosen dalam menjalankan tugas pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Skema tukin yang diimplementasikan kali ini terdiri atas dua jenis, yaitu Tunjangan Kinerja Dasar dan Tunjangan Kinerja Prestasi. Tukin dasar diberikan secara merata kepada seluruh dosen ASN dengan proporsi 60 persen dari total tunjangan, sedangkan tukin prestasi diberikan berdasarkan evaluasi kinerja individual dengan bobot 40 persen. Skema berimbang ini dirancang agar penghargaan atas kerja keras tidak bersifat seragam, melainkan mempertimbangkan kontribusi aktual dan hasil yang dicapai dosen dalam tugas-tugas akademik maupun non-akademik.
Presiden Prabowo Subianto, melalui arahan kebijakan, mendorong agar sistem tukin di lingkungan pendidikan tinggi tidak hanya bersifat administratif, tetapi benar-benar mencerminkan prinsip meritokrasi. Hal ini menjadi landasan utama munculnya tukin prestasi yang menuntut proses evaluasi obyektif dari pimpinan instansi terhadap kinerja masing-masing dosen. Evaluasi dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai parameter seperti produktivitas riset, kualitas publikasi ilmiah, keterlibatan dalam pengabdian masyarakat, serta tanggung jawab tambahan seperti pengelolaan program studi atau jabatan struktural lainnya.
Distribusi tukin dilakukan dengan pendekatan yang transparan dan berbasis data. Menurut Prof. Brian, seluruh data dosen ASN penerima tukin telah dihimpun dan saat ini tengah dalam tahap verifikasi oleh masing-masing perguruan tinggi. Proses verifikasi ini penting untuk menjamin bahwa tunjangan diberikan kepada individu yang memenuhi kriteria, baik dari sisi keaktifan mengajar maupun capaian kinerja. Dengan pelibatan kampus dalam verifikasi, pemerintah memberikan ruang bagi otonomi institusi dalam memastikan ketepatan sasaran kebijakan.
Sebagai bagian dari sistem remunerasi nasional, besaran tukin yang diterima dosen ASN mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2025. Dalam peraturan tersebut, tunjangan dibagi dalam 17 kelas jabatan dengan nominal yang berbeda, dimulai dari Rp2,5 juta hingga Rp33 juta per bulan. Variasi ini mencerminkan kompleksitas pekerjaan, tanggung jawab fungsional, dan tingkat jabatan masing-masing dosen. Dengan kata lain, skema ini bukan sekadar distribusi tunjangan, melainkan juga bentuk penghargaan terhadap tanggung jawab dan kontribusi profesional dosen dalam sistem pendidikan nasional.
Skema ini mencakup tiga kategori dosen ASN, yaitu dosen di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dengan status satuan kerja (satker), dosen PTN Badan Layanan Umum (BLU) yang belum memperoleh remunerasi, serta dosen di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti). Total sebanyak 31.066 dosen dipastikan akan menerima manfaat dari kebijakan ini. Sementara itu, dosen di PTN berbadan hukum atau PTN BLU yang telah memperoleh remunerasi tidak termasuk dalam skema tukin ini karena telah menerima penghasilan dalam bentuk lain.
Guru Besar Universitas Negeri Malang, Prof. Endang Purwaningsih, menyatakan bahwa kebijakan ini tidak hanya meningkatkan motivasi kerja dosen, tetapi juga mengubah cara pandang terhadap profesi dosen itu sendiri. Menurutnya, dengan adanya insentif berbasis prestasi, dosen akan lebih terpacu untuk menunjukkan kinerja terbaik dalam berbagai lini.
Sementara itu, Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Agus Setyo Wibowo, juga melihat kebijakan tukin sebagai bagian dari strategi besar pemerintah dalam memperkuat reformasi birokrasi di sektor pendidikan tinggi. Ia menyebut bahwa konsistensi implementasi kebijakan ini akan menjadi tolak ukur keberhasilan visi Presiden dalam mendorong transformasi pendidikan berbasis integritas dan profesionalisme.
Dengan segala kesiapan regulasi, ketersediaan anggaran, dan proses pendataan yang sistematis, kebijakan distribusi tukin per bulan untuk dosen ASN menunjukkan arah yang jelas dan terukur. Kebijakan ini tidak hanya memenuhi aspek administratif, tetapi juga mencerminkan semangat baru dalam pembangunan sumber daya manusia di Indonesia. Dukungan pemerintah yang diwujudkan melalui kebijakan ini layak diapresiasi sebagai bentuk keberpihakan terhadap kualitas pendidikan dan kesejahteraan para pendidik yang menjadi garda terdepan pencerdasan bangsa.
*) Akademisi dan Pemerhati Kebijakan Pendidikan Tinggi Nasional