Oleh: Meliana Kede
Transformasi ekonomi Indonesia tengah memasuki babak baru. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menempatkan hilirisasi sebagai poros utama pembangunan nasional.
Strategi tersebut bukan sekadar agenda industrialisasi, melainkan sebuah langkah besar untuk mengubah wajah perekonomian dari berbasis ekspor bahan mentah menuju produksi bernilai tambah tinggi yang menopang pertumbuhan fiskal dan kemandirian ekonomi bangsa.
Fokus hilirisasi menjadi salah satu dari empat prioritas utama pemerintahan saat ini, bersama ketahanan pangan, energi, dan program gizi gratis. Pemerintah memandang bahwa pengolahan sumber daya alam di dalam negeri merupakan kunci untuk menciptakan nilai tambah, memperluas kesempatan kerja, serta memperkuat fondasi ekonomi agar lebih tahan terhadap gejolak global.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa hilirisasi dan industrialisasi adalah jalan mutlak yang harus ditempuh Indonesia untuk keluar dari kutukan sumber daya alam.
Dalam pandangannya, tidak ada negara dengan kekayaan sumber daya alam yang berhasil mencapai status negara maju tanpa melalui industrialisasi terencana. Ia mengingatkan bahwa selama bertahun-tahun Indonesia terlalu bergantung pada ekspor bahan mentah yang bernilai rendah, sehingga tidak memberi dampak signifikan terhadap kesejahteraan rakyat.
Bahlil mengutip pengalaman pada sektor nikel sebagai contoh keberhasilan nyata kebijakan hilirisasi. Setelah penghentian ekspor bijih nikel pada 2017, nilai ekspor produk turunannya melonjak tajam dari hanya sekitar 3,3 miliar dolar AS menjadi lebih dari 34 miliar dolar AS pada 2024.
Lonjakan tersebut mencerminkan besarnya potensi ekonomi yang bisa diraih ketika bahan mentah diolah menjadi produk bernilai tinggi di dalam negeri. Namun, Bahlil juga menyoroti bahwa proses hilirisasi selama ini belum sepenuhnya terencana dengan baik.
Ia menilai kebijakan tersebut masih bersifat reaktif dan belum dirancang secara sistematis dengan melibatkan lembaga pengelola yang kuat. Karena itu, pemerintah kini tengah membentuk badan khusus di bawah koordinasi Kementerian Investasi dan Hilirisasi untuk memastikan tata kelola yang lebih solid dan berkelanjutan.
Selain memperkuat kebijakan industri, Bahlil menekankan bahwa keberhasilan hilirisasi sangat bergantung pada dukungan energi yang efisien dan berkelanjutan. Pasokan gas alam dan sumber daya energi lainnya menjadi faktor penentu daya saing industri pengolahan. Tanpa ketersediaan energi yang stabil, industrialisasi tidak akan dapat berlangsung optimal.
Sementara itu, Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Hery Susanto, memandang hilirisasi sebagai instrumen strategis untuk memperkuat struktur ekonomi nasional dalam jangka panjang.
Dalam forum Focus Group Discussion bertajuk “Pengawasan Program Pengembangan Investasi dan Hilirisasi Nasional dalam Mewujudkan Indonesia Bebas dari Middle Income Trap”, Hery menekankan bahwa hilirisasi harus diiringi dengan investasi yang efisien, tata kelola transparan, dan pengawasan yang kuat.
Menurut Hery, potensi sumber daya alam Indonesia akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi apabila diolah secara berkelanjutan di dalam negeri. Pemerintah perlu memastikan dua sasaran besar: peningkatan nilai tambah dan produktivitas industri pengolahan, serta penguatan integritas ekonomi domestik dan global.
Melalui pendekatan tersebut, hilirisasi diharapkan mampu memperluas lapangan kerja berkualitas, meningkatkan pendapatan masyarakat, serta mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah penghasil sumber daya.
Hery juga menegaskan pentingnya menjaga konsistensi kebijakan hilirisasi agar mampu menarik investasi berkualitas. Menurutnya, keterbatasan ruang fiskal pemerintah tidak boleh menjadi penghalang untuk melanjutkan pembangunan, sebab investasi transformatif dapat menjadi solusi bagi pembiayaan pembangunan berkelanjutan menuju Visi Indonesia Emas 2045.
Dari sisi makroekonomi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa kebijakan hilirisasi telah memberikan dampak positif terhadap aktivitas industri dan investasi.
Ia menjelaskan bahwa indikator ekonomi utama seperti indeks kepercayaan konsumen, kinerja ritel, dan Purchasing Managers Index (PMI) menunjukkan tren positif. Realisasi investasi nasional mencapai lebih dari Rp1.400 triliun, sementara sektor manufaktur mencatat peningkatan signifikan pada utilisasi kapasitas produksi.
Airlangga menilai keberhasilan hilirisasi tidak hanya menciptakan nilai tambah di sektor mineral, tetapi juga merambat ke sektor pertanian, kelautan, dan perikanan. Program hilirisasi kelapa, sawit, dan tambak udang menjadi contoh konkret bagaimana kebijakan tersebut dapat memperluas basis ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah juga memperkuat dukungan melalui regulasi baru, termasuk insentif pajak dan program padat karya, agar industri hilir di berbagai sektor dapat tumbuh lebih cepat.
Keberhasilan hilirisasi bukan semata diukur dari angka ekspor atau pertumbuhan industri, melainkan juga dari kemampuan negara dalam menciptakan rantai nilai yang berkelanjutan. Transformasi dari bahan mentah menjadi produk bernilai tinggi berarti membangun ekosistem ekonomi yang mandiri, memperkuat daya saing global, dan memperkecil ketergantungan terhadap pasar luar negeri.
Hilirisasi yang dijalankan secara terarah akan menjadi fondasi bagi Indonesia untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Dengan dukungan kebijakan fiskal yang kuat, investasi produktif, serta tata kelola industri yang transparan, strategi tersebut dapat mengantarkan Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran, hilirisasi bukan hanya menjadi kebijakan ekonomi, tetapi juga simbol kemandirian nasional menuju masa depan yang lebih sejahtera. (*)
Analis Ekonomi Makro
