Oleh: Dewi Aulia Sari*
Penandatanganan Letter of Intent (LoI) antara Indonesia dan Prancis menandai babak baru dalam hubungan bilateral kedua negara, khususnya di sektor pertahanan. Momentum ini bukan sekadar seremonial kenegaraan dalam rangka kunjungan resmi Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Jakarta, melainkan sebuah langkah strategis yang mencerminkan keseriusan Indonesia dalam memperkuat pertahanan nasional melalui kerja sama internasional yang saling menguntungkan.
LoI ini akan menjadi landasan awal bagi pengembangan kerja sama di bidang alat utama sistem senjata (alutsista) strategis. Fokus utama terletak pada dua produk unggulan industri pertahanan Prancis: pesawat tempur Rafale dan kapal selam Scorpene. Kedua alutsista tersebut mencerminkan modernisasi militer yang sejalan dengan kebutuhan pertahanan Indonesia dalam menghadapi tantangan geopolitik global yang semakin kompleks. Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa pengembangan kerja sama ini bukan hanya sebatas pembelian, tetapi juga mencakup aspek transfer teknologi dan peningkatan kemampuan personel TNI.
Kunjungan Presiden Macron, yang disambut dengan hangat dan penuh semangat budaya khas Indonesia, tidak hanya memperlihatkan kemesraan diplomatik, tetapi juga mempertegas komitmen jangka panjang kedua negara dalam menjalin kemitraan strategis yang komprehensif. Kunjungan ke Akademi Militer (Akmil) di Magelang untuk meninjau laboratorium bahasa Prancis yang digunakan oleh calon perwira TNI adalah bukti konkret dari upaya penguatan kapabilitas personel militer Indonesia dalam menghadapi kerja sama lintas negara.
Presiden Emmanuel Macron menyatakan bahwa lawatannya ke Indonesia merupakan hal penting untuk memperkuat kerja sama antara kedua negara di berbagai sektor strategis. Macron menyampaikan optimismenya terhadap masa depan hubungan bilateral ini.
Bagi Indonesia, kerja sama ini hadir di waktu yang sangat tepat. Di tengah dinamika kawasan Indo-Pasifik yang semakin strategis dan penuh dengan rivalitas kekuatan besar, kemampuan pertahanan yang andal menjadi elemen vital dalam menjaga kedaulatan dan stabilitas nasional. Modernisasi alutsista merupakan agenda penting yang tidak dapat ditunda. Namun, transformasi tersebut harus dibarengi dengan pembangunan kapasitas SDM, peningkatan kemampuan industri pertahanan dalam negeri, dan integrasi sistem pertahanan yang adaptif terhadap perubahan zaman.
Dalam konteks ini, kerja sama dengan Prancis, yang merupakan salah satu negara dengan teknologi pertahanan paling maju di dunia, memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk mempercepat proses modernisasi tersebut. Kerja sama ini bukan hanya tentang akuisisi alutsista modern, melainkan juga peluang untuk membangun kompetensi nasional di bidang riset, produksi, dan pemeliharaan sistem pertahanan secara mandiri.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa deklarasi strategis antara Indonesia dan Prancis akan menjadi pedoman kerja sama lintas sektor, tidak hanya di bidang pertahanan, tetapi juga kebudayaan dan ekonomi kreatif. Ini menunjukkan visi besar yang ingin dibangun oleh kedua negara menuju seratus tahun hubungan diplomatik pada tahun 2050. Kemitraan ini dibangun atas dasar kepercayaan dan penghormatan terhadap potensi serta peran masing-masing negara di kancah global.
Dengan keterlibatan perusahaan besar seperti Dassault Aviation dan Naval Group dalam proyek ini, ada harapan besar bahwa kerja sama akan mendorong terjadinya alih teknologi secara nyata. Pemerintah Indonesia perlu memastikan bahwa kerja sama ini tidak hanya menjadi transaksi komersial, tetapi juga menjadi wahana untuk memperkuat kapasitas industri pertahanan dalam negeri. Industri lokal harus dilibatkan secara aktif melalui kerja sama produksi, pelatihan teknis, dan pembangunan fasilitas pendukung.
Di sisi lain, penguatan kerja sama ini juga mengirimkan sinyal penting kepada komunitas internasional bahwa Indonesia tetap memainkan peran strategis di kawasan Indo-Pasifik. Lawatan Presiden Macron ke Indonesia sebagai bagian dari tur Indo-Pasifik yang mencakup Vietnam dan Singapura menjadi penanda penting bahwa negara-negara besar melihat Indonesia sebagai mitra utama dalam upaya menjaga stabilitas dan keamanan regional.
Indonesia harus mampu memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat posisi diplomatiknya. Di tengah ketidakpastian global, membangun jaringan kemitraan yang kuat dan setara dengan negara-negara maju menjadi kebutuhan strategis. Dalam kerja sama ini, Indonesia tidak boleh bersikap pasif. Justru, dengan bekal potensi demografis, posisi geografis strategis, serta visi besar menuju pertahanan yang mandiri dan modern, Indonesia harus menjadi mitra sejajar yang aktif dan proaktif dalam menentukan arah kerja sama jangka panjang.
Kunjungan Presiden Macron ke Indonesia, selain mempererat hubungan diplomatik, juga menjadi simbol bahwa hubungan bilateral Indonesia dan Prancis telah mencapai tingkat kedewasaan yang tinggi. Hubungan ini tidak hanya didasarkan pada kepentingan sesaat, tetapi juga pada visi bersama dalam menjaga perdamaian dan stabilitas dunia.
Kini, saatnya bagi Indonesia untuk menjadikan kerja sama ini sebagai batu loncatan menuju kemandirian industri pertahanan. Dengan perencanaan matang, pelaksanaan yang transparan, dan evaluasi yang berkelanjutan, Indonesia dapat menjadikan momentum ini sebagai bagian dari perjalanan besar menuju kekuatan pertahanan yang modern, profesional, dan disegani.
Langkah ini bukan hanya tentang pembelian alutsista, tetapi tentang masa depan pertahanan nasional yang kuat dan berdaulat. Dan dalam masa depan itu, kerja sama strategis dengan mitra seperti Prancis akan menjadi salah satu fondasi utamanya.
*Penulis merupakan Pengamat Hubungan Internasional
[ed