Oleh: Yusuf Rinaldi)*
Pemerataan ekonomi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kekuatan desa. Lebih dari 43 ribu desa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke memiliki potensi sumber daya alam, manusia, dan budaya yang luar biasa, namun selama ini belum sepenuhnya dikelola secara optimal. Pemerintah, melalui kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan ekonomi nasional melalui program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). Program ini dirancang tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, tetapi juga sebagai fondasi strategis menuju Indonesia Emas 2045.
Pemerintah telah mengebut megaproyek pembentukan dan pembangunan Koperasi Merah Putih dengan mengakumulasikan lebih dari 13 organisasi negara, seluruh pemerintah daerah, serta dukungan fiskal dan likuiditas yang masif. Menteri Koperasi, Ferry Juliantono, menyampaikan bahwa hingga November 2025, terdapat lebih dari 11.000 titik yang telah terinventarisasi untuk pembangunan koperasi. Proses verifikasi sedang dilakukan untuk memastikan kesesuaian lahan dan status kepemilikan, sebelum dilanjutkan dengan pembangunan gudang, gerai, dan fasilitas pendukung lainnya.
Proyek ini dikelola oleh PT Agrinas Pangan Nusantara, yang telah menerima dana senilai Rp 600 miliar sebagai uang muka termin pertama untuk membangun hampir 8.000 titik koperasi. Pemerintah menargetkan inventarisasi 40.000 data tanah pada akhir November 2025 untuk pembangunan 20.000 koperasi, dan hingga Desember 2025, inventarisasi ini akan diperluas menjadi 80.000 data tanah guna pembangunan 40.000–50.000 koperasi. Dengan rencana ambisius ini, seluruh koperasi diharapkan dapat beroperasi penuh pada Maret 2026.
Kecepatan pelaksanaan program ini dimungkinkan berkat terbitnya dua instruksi presiden yang menjadi dasar hukum percepatan pembentukan dan pembangunan fisik Koperasi Merah Putih. Inpres Nomor 9 Tahun 2025 mendorong pembentukan koperasi di tingkat desa atau kelurahan sebagai langkah membangun kemandirian bangsa melalui swasembada pangan berkelanjutan dan pembangunan dari desa untuk pemerataan ekonomi. Sementara Inpres Nomor 17 Tahun 2025 mengatur percepatan pembangunan gerai, pergudangan, dan kelengkapan koperasi melalui koordinasi lintas kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah.
Pelibatan berbagai pemangku kepentingan merupakan strategi penting pemerintah. Selain delapan menteri, Jaksa Agung, Kepala LKPP, Kepala BUMN, dan Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara, pemerintah daerah juga terlibat aktif melalui alokasi anggaran APBD, penyediaan lahan, dan percepatan perizinan. Menteri Pertahanan turut memberikan dukungan pengamanan, khususnya di kawasan strategis, perbatasan, dan daerah rawan, sementara Jaksa Agung memastikan pengawalan hukum dan penegakan aturan selama proses pembangunan.
Dari sisi pembiayaan, Kementerian Keuangan menempatkan dana pada bank-bank BUMN sebagai sumber likuiditas untuk pembiayaan pembangunan koperasi, dengan plafon Rp 3 miliar per unit dan tenor enam tahun. Wakil Menteri Koperasi, Farida Fachirah, menjelaskan bahwa dari plafon tersebut, Rp 2,5 miliar dialokasikan untuk belanja modal (capex) termasuk pembangunan gedung, gudang, dan fasilitas pendukung, sedangkan Rp 500 juta digunakan untuk operasional awal (opex). Dengan skema ini, koperasi tidak perlu lagi mengajukan proposal pinjaman ke bank Himbara, karena pembangunan dilakukan langsung oleh PT Agrinas Pangan Nusantara menggunakan dana kas pemerintah yang telah ditempatkan di bank BUMN, senilai sekitar Rp 200–216 triliun.
Pemerintah menetapkan setiap Koperasi Desa Merah Putih wajib memiliki tujuh unit usaha strategis sebagai motor penggerak ekonomi lokal. Pertama, kantor koperasi sebagai pusat administrasi, edukasi anggota, dan ruang musyawarah yang transparan. Kedua, kios pengadaan sembako untuk menyediakan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, sekaligus mengurangi ketergantungan pada tengkulak dan menjaga daya beli masyarakat. Ketiga, unit simpan pinjam yang menghadirkan akses modal yang mudah, aman, dan berbasis digital, sehingga mendukung usaha mikro dan inklusi keuangan.
Keempat, klinik kesehatan desa yang menyediakan layanan dasar hingga konsultasi medis dengan biaya terjangkau, memperkuat kualitas sumber daya manusia desa. Kelima, apotek desa yang melengkapi klinik, memastikan ketersediaan obat dan alat kesehatan, sekaligus membuka lapangan kerja bagi tenaga farmasi lokal. Keenam, sistem pergudangan dan cold storage untuk mengurangi kerugian pasca panen, menjaga kualitas produk, dan memperpanjang umur simpan hasil pertanian, bahkan membuka peluang ekspor. Ketujuh, sarana logistik dan distribusi yang mengelola transportasi barang dari sembako hingga hasil pertanian, memastikan rantai pasok desa lebih efisien dan mendukung distribusi nasional.
Penerapan tujuh unit usaha ini memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional. Ekosistem ekonomi yang lengkap di desa memastikan perputaran uang tetap berada di level desa, mengurangi kebocoran ekonomi, serta menciptakan lapangan kerja baru. Setiap unit usaha membuka peluang kerja bagi pegawai toko, tenaga kesehatan, operator gudang, hingga sopir logistik, yang sekaligus menekan angka urbanisasi.
Selain itu, keberadaan gudang dan cold storage mendukung ketahanan pangan, kios sembako menjaga stabilitas harga, dan klinik serta apotek meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Unit simpan pinjam berbasis digital mendorong literasi keuangan dan transparansi, memperkuat inklusi keuangan, serta memberikan akses modal yang adil bagi anggota koperasi. Secara keseluruhan, Koperasi Merah Putih membangun fondasi ekonomi desa yang kuat sekaligus mendukung ketahanan nasional.
Program Koperasi Desa Merah Putih bukan sekadar proyek fisik, tetapi instrumen strategis untuk mendorong pemerataan ekonomi dari desa ke kota. Dengan pembiayaan yang jelas, dukungan lintas sektor, dan koordinasi yang terstruktur, program ini menghadirkan solusi nyata terhadap keterbatasan modal dan distribusi ekonomi yang selama ini menjadi kendala pembangunan desa. Apabila dilaksanakan konsisten, transparan, dan berbasis digital, setiap desa akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru yang manfaatnya dirasakan hingga tingkat nasional.
Koperasi Desa Merah Putih membuktikan bahwa pembangunan ekonomi tidak selalu harus terpusat di kota besar. Dari desa untuk Indonesia, program ini menjadi langkah strategis pemerintah dalam memperkuat kemandirian desa, mendorong inklusi ekonomi, serta menyiapkan fondasi kokoh menuju Indonesia yang lebih sejahtera. Dengan target operasional penuh pada Maret 2026, program ini menjadi bukti komitmen pemerintahan saat ini untuk menghadirkan kesejahteraan yang nyata dan merata, sekaligus mengokohkan fondasi ekonomi nasional dari akar rumput.
)*Penulis Merupakan Pengamat Ekonomi
