Oleh : Ricky Rinaldi
Pemerintah terus mengambil langkah progresif untuk mempercepat terwujudnya swasembada pangan. Salah satu upaya terbaru adalah mengadopsi teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dalam sektor pertanian. Strategi ini dinilai menjadi solusi konkret dalam menjawab berbagai tantangan ketahanan pangan nasional yang semakin kompleks.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, yang akrab disapa Zulhas, dalam kunjungan kerjanya ke Thailand, memberikan masukan penting bagi arah kebijakan pangan nasional. Ia menyatakan bahwa Indonesia dapat mengambil pelajaran berharga dari negara-negara seperti Thailand dan Vietnam dalam menerapkan teknologi. Bagi Zulhas, pengalaman kedua negara itu menjadi bukti bahwa teknologi AI bukan hanya pelengkap, melainkan alat utama yang bisa mempercepat pencapaian swasembada secara nyata dan terukur.
Menurut Zulhas, saat ini Indonesia tidak bisa lagi hanya mengandalkan cara-cara lama dalam mengelola sektor pangan. Jika ingin mempercepat kemajuan dan berdiri sejajar dengan negara-negara tetangga, maka transformasi teknologi menjadi keharusan. AI dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan krusial dalam pertanian, mulai dari distribusi pupuk, analisis kondisi tanah, prediksi cuaca, hingga deteksi dini terhadap potensi gagal panen akibat gangguan hama atau iklim ekstrem.
Lebih jauh, Zulhas memberi masukan bahwa salah satu masalah besar dalam pertanian adalah ketidakakuratan distribusi sarana produksi, terutama pupuk. Selama ini, distribusi pupuk menghadapi tantangan dalam penyesuaian kebutuhan lahan. Teknologi AI akan menyempurnakan sistem tersebut. AI bisa menjadi jawaban karena mampu menganalisis kebutuhan spesifik setiap lahan secara presisi. Hasilnya, efisiensi meningkat, biaya berkurang, dan hasil panen pun lebih optimal.
Tidak hanya itu, teknologi AI juga mampu membantu petani dalam menghadapi perubahan iklim yang makin tidak menentu. Dengan memanfaatkan data historis dan proyeksi iklim, AI bisa memberikan informasi yang sangat berguna bagi petani untuk menentukan waktu tanam dan panen secara lebih bijak. Hal ini penting untuk menghindari kerugian akibat cuaca ekstrem seperti banjir, kekeringan, atau serangan hama musiman.
Zulhas menekankan bahwa pertanian perlu dibuat menarik dan “keren” di mata generasi muda. Mereka harus didorong untuk terlibat dalam pertanian modern yang tidak hanya berurusan dengan lumpur, tetapi juga dengan data, sensor, drone, dan aplikasi pintar. Pemerintah telah mulai merancang program khusus untuk petani milenial, termasuk pelatihan, pendampingan, dan akses permodalan agar mereka bisa menjadi aktor utama dalam pertanian masa depan.
Ia juga mengingatkan bahwa program swasembada pangan tidak boleh mengorbankan lingkungan. Masukan penting lainnya yang disampaikan Zulhas adalah tentang kekhawatiran akan potensi deforestasi akibat pembukaan lahan pertanian baru. Pemerintah, menurutnya, telah berkomitmen untuk tidak menebang pohon dalam upaya meningkatkan produksi pangan. Pengembangan pertanian akan difokuskan pada optimalisasi lahan yang memang sudah tersedia dan sesuai peruntukan. Ini membuktikan bahwa swasembada dan keberlanjutan bisa berjalan beriringan.
Sebagai contoh, rencana pengembangan pertanian di Merauke, Papua, akan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan berbasis kajian lingkungan yang mendalam. Pemerintah ingin membuktikan bahwa produksi pangan bisa ditingkatkan dengan tetap menjaga kelestarian hutan dan habitat alami, sesuai komitmen pemerintah. Dalam konteks inilah, teknologi AI juga bisa membantu, karena mampu merancang penggunaan lahan secara efisien tanpa perlu ekspansi besar-besaran.
Presiden Prabowo Subianto sendiri telah menetapkan target ambisius agar Indonesia mencapai swasembada pangan pada tahun 2026. Artinya, dalam dua tahun ke depan, Indonesia harus mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan beras, jagung, dan garam. Meski ambisius, target ini sangat realistis jika melihat kesiapan kebijakan dan inovasi teknologi saat ini.
Saat ini pemerintah tengah menyusun peta jalan digitalisasi pertanian nasional. Data cuaca, kondisi tanah, sistem irigasi, hingga rantai pasok akan diintegrasikan dalam satu sistem yang dikelola dengan AI. Ini akan memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat dan berbasis data akurat, sekaligus meminimalisir pemborosan anggaran. Dalam situasi global yang semakin tidak pasti, langkah ini menjadi pilihan strategis yang cerdas.
Masukan-masukan dari tokoh seperti Zulhas memperkuat arah kebijakan pemerintah. Ia bukan hanya berbicara, tetapi mendorong agar teknologi benar-benar menjadi tulang punggung sektor pangan Indonesia. Dari distribusi pupuk hingga regenerasi petani, semua disinergikan dalam kerangka besar menuju swasembada yang modern dan berkelanjutan.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman juga turut memberikan kontribusi signifikan dalam upaya percepatan swasembada pangan. Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan komitmen Kementerian Pertanian untuk mendukung target pemerintah dengan langkah-langkah konkret. Salah satunya adalah alokasi anggaran sebesar Rp23,61 triliun pada tahun 2025 yang diprioritaskan untuk mendukung program swasembada beras.
Amran Sulaiman juga menekankan pentingnya optimalisasi lahan pertanian melalui program cetak sawah dan pemanfaatan lahan rawa. Ia menyampaikan bahwa target perluasan areal tanam di Merauke sebesar 40.000 hektar akan diselesaikan dalam waktu lima bulan.
Selain itu, Amran Sulaiman mengajak generasi muda untuk terlibat dalam sektor pertanian modern. Ia menyampaikan bahwa pertanian harus menjadi sektor yang menarik bagi anak-anak muda, dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani.
Ketika kelak sawah dan ladang di berbagai daerah dipantau oleh drone, diberi pupuk berdasarkan rekomendasi algoritma, dan panennya diprediksi dengan akurasi tinggi oleh sistem cerdas, adalah tonggak sejarah menuju swasembada pangan yang berdaulat dan berkelanjutan menuju kedaulatan pangan yang sesungguhnya.
*) Pengamat Isu Strategis