JAKARTA – Pemerintah terus menguatkan agenda pemulihan Aceh pascabanjir dengan menyalurkan bantuan kemanusiaan sekaligus meninjau pemulihan jaringan telekomunikasi di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh.
Kegiatan ini dilaksanakan Kementerian Komunikasi dan Digital bersama seluruh ekosistem digital nasional sebagai bentuk gotong royong lintas sektor.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan bahwa kehadiran pemerintah bertujuan mendampingi masyarakat secara langsung dalam proses pemulihan.
“Proses pemulihan kita harus lakukan bersama-sama. Kemkomdigi bersama-sama seluruh ekosistem, mitra-mitra kami, hari ini hadir, memeriksa, mengecek langsung di lokasi, dan membawa bantuan bagi keluarga, saudara-saudari kita yang ada di Aceh,” ujar Meutya.
Rombongan tersebut melibatkan Telkom, Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison, XL Smart, APJII, Asperindo, serta pimpinan RRI, TVRI, dan LKBN Antara.
Bantuan logistik yang disalurkan meliputi 118 tangki air bersih berkapasitas 8.000 liter, obat-obatan, pakaian, perlengkapan ibadah, tenda dengan fasilitas MCK, kelambu, sumur bor, hingga alat berat untuk pembersihan wilayah terdampak.
Terkait konektivitas, Meutya menyampaikan pemulihan jaringan di Aceh telah melampaui 95 persen, meski masih menghadapi kendala di beberapa wilayah.
“Kami mengakui masih ada pekerjaan rumah di Benar Meriah, Aceh Tamiang, dan Gayo Lues yang tingkat pemulihannya masih berkisar 60 hingga 80 persen, bergantung pada pasokan listrik,” jelasnya.
Dari sisi pemenuhan air bersih, PT Pertamina (Persero) melakukan pemulihan 12 sumur warga serta perbaikan fasilitas sanitasi air di sejumlah pusat layanan kesehatan di Aceh Tamiang.
VP Corporate Communication Pertamina, Muhammad Baron, menekankan pentingnya air bersih bagi masyarakat terdampak.
“Sampai saat ini masih banyak warga yang kesulitan memperoleh air layak konsumsi untuk kebutuhan dasar sehari-hari. Karena itu, kami secara bertahap melakukan pengaktifan kembali sumur warga agar akses air bersih dapat lebih mudah dijangkau,” ujarnya.
Di tengah upaya pemulihan tersebut, masyarakat diimbau tetap waspada terhadap provokasi.
Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rif’an, mengingatkan agar simbol separatis tidak dinormalisasi di ruang publik.
“Karena itu, kemunculannya di ruang publik tidak boleh dinormalisasi,” katanya. Ia menambahkan jika simbol separatis dibiarkan bisa memicu efek domino.
“Jika dibiarkan, ini bisa memicu efek domino, eskalasi simbolik, dan membuka ruang kebangkitan narasi konflik lama.”
Ali menegaskan bahwa ancaman separatisme kini kerap muncul melalui simbol dan narasi, termasuk provokasi di ruang digital, sehingga kewaspadaan bersama dinilai penting demi menjaga stabilitas dan keberlanjutan pemulihan Aceh. ***
