Pengembangan EBT Wujudkan Peluang Investasi dan Lapangan Kerja

Oleh : Tommy Zulfikar )*

Indonesia tengah memasuki babak baru dalam upaya mewujudkan kemandirian energi melalui pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Momentum ini ditandai dengan peresmian proyek pembangunan 55 pembangkit EBT di 15 provinsi oleh Presiden Prabowo Subianto. Peresmian ini bukan sekadar simbolis, tetapi merupakan langkah konkret yang menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Kehadiran pembangkit-pembangkit baru tersebut akan memperkuat fondasi menuju swasembada energi, dan penciptaan lapangan kerja yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kedaulatan bangsa.

Presiden Prabowo menegaskan bahwa energi merupakan unsur vital dalam menjaga kedaulatan sebuah negara. Tanpa kemandirian energi, Indonesia akan selalu bergantung pada impor dan rentan terhadap gejolak harga global. Oleh karena itu, pembangunan pembangkit EBT adalah wujud nyata dari strategi jangka panjang untuk mengamankan masa depan bangsa. Menurut Presiden Prabowo, masyarakat harus bersyukur karena Indonesia dikaruniai potensi sumber energi terbarukan yang melimpah, mulai dari tenaga surya, angin, hingga panas bumi. Tantangan terbesar kini adalah bagaimana mengelola potensi tersebut dengan optimal untuk kepentingan nasional.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, proyek yang diresmikan Presiden Prabowo ini memiliki kapasitas 379,7 megawatt dengan nilai investasi sekitar Rp25 triliun. Angka ini bukan hanya mencerminkan keberanian pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya, tetapi juga mencerminkan besarnya keyakinan terhadap manfaat EBT di masa depan. Kapasitas yang dihasilkan dari proyek ini akan menjadi tambahan signifikan bagi bauran energi nasional, sekaligus memperkuat infrastruktur ketahanan energi. Ke depan, proyek semacam ini diharapkan terus berlanjut di berbagai daerah, mengingat potensi EBT Indonesia masih sangat luas untuk digarap.

Investasi besar dalam sektor energi terbarukan juga menciptakan efek domino terhadap perekonomian nasional. Pembangunan 55 pembangkit EBT akan menyerap ribuan tenaga kerja, baik dalam tahap konstruksi maupun operasional. Selain itu, sektor industri pendukung seperti manufaktur komponen, jasa transportasi, dan logistik juga akan mendapat dorongan positif. Dengan demikian, kebijakan pemerintah tidak hanya berdampak pada pemenuhan energi, tetapi juga memperkuat daya saing ekonomi nasional secara menyeluruh.

Langkah strategis pemerintah ini turut mendapat dukungan dari investor asing. Salah satu yang menonjol adalah perusahaan energi terbarukan asal Amerika Serikat, Rivotto, yang baru saja menandatangani Letter of Intent (LOI) untuk berinvestasi di Batam. Nilai investasi Rivotto mencapai USD500 juta atau setara Rp8 triliun, dengan potensi menyerap sekitar 500 tenaga kerja baru. Kehadiran investor asing menunjukkan bahwa Indonesia semakin dipercaya sebagai destinasi investasi sektor EBT. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk membuka ruang kerja sama internasional demi mempercepat transisi energi.

Direktur Utama Rivotto, John McClure, menegaskan bahwa perusahaannya berkomitmen memperkuat hubungan ekonomi antara Indonesia dan Amerika Serikat melalui investasi ini. Rivotto bahkan membawa teknologi mutakhir bernama Nx25, yang diklaim mampu menekan emisi karbon sekaligus meningkatkan efisiensi energi. Teknologi ini akan digunakan sebagai basis dalam proyek mereka di Batam. Kehadiran teknologi hijau tersebut di Indonesia menjadi nilai tambah, karena selain mendukung target pengurangan emisi, juga membuka peluang alih teknologi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia lokal.

Tidak hanya aspek teknis, investasi Rivotto juga menunjukkan pentingnya diplomasi ekonomi dalam pembangunan energi nasional. Peran BP Batam yang aktif memfasilitasi pertemuan daring dan pembahasan detail dengan Rivotto menjadi bukti sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Kerja sama lintas sektor ini penting agar setiap investasi dapat berjalan efektif, sesuai regulasi, dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Dengan pola ini, Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga mitra yang diperhitungkan dalam rantai pasok energi global.

Di sisi lain, pembangunan pembangkit EBT memiliki dimensi strategis dalam konteks geopolitik. Negara-negara maju tengah berlomba memanfaatkan energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang semakin terbatas. Jika Indonesia mampu memanfaatkan potensi EBT dengan maksimal, posisi tawar Indonesia di tingkat regional maupun global akan semakin kuat. Indonesia tidak hanya akan menjadi produsen energi untuk kebutuhan domestik, tetapi juga berpotensi menjadi pengekspor energi bersih di masa depan.

Peralihan menuju energi terbarukan bukan hanya agenda lingkungan, tapi juga peluang besar bagi masyarakat. Dukungan terhadap program energi bersih—seperti menerima teknologi baru, hemat energi, dan ikut serta dalam program transisi—tak hanya mempercepat swasembada energi, tetapi juga membuka lapangan kerja di sektor infrastruktur, industri manufaktur hijau, hingga operasional energi terbarukan. Pemerintah telah menyiapkan fondasi melalui pembangunan fasilitas dan regulasi investasi, memberi ruang bagi masyarakat untuk turut aktif dalam ekosistem energi baru yang inklusif.

Masuknya investasi asing seperti Rivotto menjadi tonggak penting dalam perjalanan energi nasional. Selain memperkuat ketahanan energi, investasi ini turut menciptakan ribuan peluang kerja bagi tenaga lokal, terutama di daerah pengembangan. Dukungan penuh dari publik terhadap kebijakan ini sangat krusial, sebab transisi energi bukan sekadar urusan teknologi—melainkan soal masa depan ekonomi rakyat dan kedaulatan bangsa.

)* Penulis merupakan Pengamat Ekonomi.

More From Author

Pemerintah Dorong Hilirisasi Energi Hijau Capai Swasembada Energi dan Perluas Lapangan Kerja

Mari Bersama Jaga Keharmonisan Bangsa Melalui Semangat Asta Cita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *