Jakarta – Penolakan terhadap aksi anarkis yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional semakin menguat di berbagai daerah. Publik bersama aparat keamanan menegaskan kesepakatan bahwa segala bentuk kekerasan jalanan, perusakan fasilitas umum, maupun provokasi destruktif tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun.
Kesadaran bersama ini lahir dari pemahaman bahwa demokrasi hanya dapat tumbuh sehat bila dijalankan secara damai, tertib, dan menghormati hukum. Aspirasi publik harus disalurkan melalui jalur konstitusional, bukan dengan cara-cara yang justru merugikan masyarakat luas.
Koordinator Warga Jakarta Timur, Edi Marzuki, menekankan pentingnya menjaga kondusivitas di tengah isu provokatif yang beredar.
“Kita ingin mengabarkan kepada warga bahwa Jakarta Timur baik-baik saja. Jadi warga Jakarta Timur tidak sebagaimana seperti yang orang gadang-gadangkan, Jakarta Timur rusuh. Kita menolak akan kerusuhan, kita menolak akan penjarahan,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI), Syarief Hidayatullah, mengingatkan bahwa penyampaian aspirasi memang hak konstitusional, namun harus tetap berlandaskan aturan hukum.
“Hak itu jangan dijalankan dengan cara-cara yang justru merugikan masyarakat luas. Kalau demonstrasi berujung pada bentrokan dengan aparat dan perusakan fasilitas publik, aspirasi yang diperjuangkan bisa hilang fokus,” tegasnya.
Dukungan terhadap penyampaian aspirasi secara damai juga datang dari parlemen. Ketua DPR RI, Puan Maharani, menegaskan bahwa lembaganya siap menyerap masukan publik.
“Kami DPR RI juga akan membuka diri untuk menerima masukan-masukan tersebut untuk bisa menerima hal tersebut sebagai meaningful participation yang akan dimulai besok diterima oleh Komisi IX,” kata Puan.
Kesepahaman publik dan aparat untuk menolak anarkisme dipandang sebagai sinyal penting bahwa demokrasi Indonesia berada di jalur yang sehat. Demokrasi bukan hanya tentang kebebasan berbicara, tetapi juga tanggung jawab kolektif menjaga keutuhan bangsa dari ancaman tindakan merusak.
Dalam sejumlah pertemuan koordinasi, aparat keamanan menekankan pentingnya kolaborasi dengan masyarakat. Langkah preventif seperti patroli gabungan, sosialisasi ke komunitas, hingga penegakan hukum yang cepat dan terukur disebut sebagai kunci menjaga situasi tetap kondusif.
Aparat menegaskan bahwa mereka akan bersikap tegas terhadap pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan ruang kebebasan berekspresi untuk melakukan aksi anarkis. Namun, pendekatan humanis tetap diutamakan agar aspirasi masyarakat tetap dapat tersampaikan tanpa harus mengorbankan keamanan publik.
Dengan adanya komitmen bersama dari tokoh masyarakat, pemuka agama, parlemen, dan aparat, diharapkan ruang demokrasi Indonesia semakin berwarna oleh partisipasi politik yang cerdas, damai, dan beradab. Pesan ini sekaligus menegaskan bahwa bangsa Indonesia mampu menyelesaikan perbedaan melalui dialog, bukan dengan kekerasan.