Oleh: Suryadi Sastrasamitro (*
Pendidikan adalah fondasi utama dalam membangun masa depan bangsa. Dalam konteks Indonesia, memastikan seluruh anak memperoleh akses pendidikan yang adil dan berkualitas masih menjadi tantangan besar, terutama bagi keluarga kurang mampu. Melalui program Sekolah Rakyat, pemerintah menunjukkan komitmen nyata untuk memperluas akses pendidikan dan menghapus sekat sosial-ekonomi yang selama ini membatasi kesempatan belajar bagi anak bangsa.
Langkah ini merupakan terobosan besar dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yang berupaya menjadikan pendidikan sebagai alat pemerataan sosial. Tidak hanya sekadar menyediakan fasilitas belajar, Sekolah Rakyat hadir sebagai ruang pembinaan karakter, peningkatan keterampilan, dan penguatan kemandirian generasi muda.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul menegaskan bahwa pemerintah terus menunjukkan keseriusan dalam memperluas akses pendidikan, khususnya bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Ia mengungkapkan, hingga September 2025, program Sekolah Rakyat telah berkembang pesat menjadi 165 titik di seluruh Indonesia, meningkat signifikan dari 53 titik pada bulan Agustus lalu.
Menurutnya, Sekolah Rakyat tidak hanya berfungsi sebagai sarana pendidikan formal, melainkan juga sebagai wadah pembinaan karakter dan keterampilan. Setiap unit sekolah dirancang untuk menampung hingga seribu siswa dari berbagai jenjang pendidikan, sehingga mampu menjangkau kelompok masyarakat yang sebelumnya sulit mengakses pendidikan formal.
Gus Ipul juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor agar program ini berjalan efektif dan berkelanjutan. Dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah daerah, lembaga sosial, dunia usaha, hingga masyarakat—menjadi kunci sukses pelaksanaan Sekolah Rakyat di seluruh penjuru negeri.
Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Mokhammad Najih, menilai program Sekolah Rakyat sebagai salah satu bentuk nyata dari pelayanan publik yang berpihak kepada masyarakat. Menurutnya, pembangunan bangsa tidak hanya bergantung pada sistem pendidikan formal yang kaku, tetapi juga pada pembentukan karakter, mentalitas, dan moralitas generasi muda.
Najih menjelaskan bahwa program ini menempatkan keadilan sosial sebagai prinsip utama. Ombudsman turut berperan aktif memastikan agar pelaksanaan Sekolah Rakyat berjalan sesuai asas transparansi dan akuntabilitas. Ia menekankan bahwa setiap anak Indonesia, tanpa terkecuali, harus memperoleh kesempatan belajar yang adil dan berkualitas. Hal ini sejalan dengan cita-cita konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dari sisi pengelolaan fiskal, pemerintah menunjukkan kemampuan luar biasa dalam menjaga keseimbangan antara efisiensi anggaran dan efektivitas program. Roni Parasian, Analis Madya Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, menjelaskan bahwa Sekolah Rakyat tidak berdiri sebagai program baru yang membebani APBN, melainkan hasil dari optimalisasi berbagai program lintas kementerian.
Roni menyebutkan bahwa dengan mekanisme integrasi anggaran, pemerintah berhasil mengombinasikan berbagai inisiatif yang sudah ada, seperti program perlindungan sosial, pelatihan vokasional, dan bantuan pendidikan. Dengan demikian, penyelenggaraan Sekolah Rakyat tetap efisien tanpa mengganggu stabilitas fiskal negara.
Pendekatan ini memperlihatkan kemampuan pemerintah dalam mengelola sumber daya negara secara strategis, tidak hanya membangun sekolah, tetapi juga menyiapkan sistem yang berkelanjutan dan inklusif bagi masyarakat kurang mampu.
Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Robben Rico menegaskan, program Sekolah Rakyat lahir dari kesadaran akan masih lambatnya penurunan angka kemiskinan dan tingginya jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di berbagai daerah. Pemerintah menilai bahwa akar persoalan kemiskinan dan putus sekolah tidak bisa dipecahkan hanya melalui bantuan finansial, tetapi juga melalui pendidikan yang memberdayakan.
Melalui Sekolah Rakyat, anak-anak dari keluarga pra-sejahtera mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan sekaligus mempelajari keterampilan praktis seperti pertanian, wirausaha, dan teknologi dasar. Dengan bekal tersebut, mereka tidak hanya berpendidikan, tetapi juga siap untuk menghadapi tantangan dunia kerja dan mampu menciptakan lapangan kerja baru.
Program ini mencerminkan semangat bottom-up policy, yakni kebijakan yang dirancang berdasarkan kebutuhan riil masyarakat di lapangan. Pemerintah turun langsung melihat masalah, mendengar suara rakyat, dan meresponsnya dengan solusi konkret.
Implementasi Sekolah Rakyat menjadi simbol bahwa negara hadir untuk setiap warganya, tanpa terkecuali. Keberhasilan program ini tidak hanya diukur dari jumlah sekolah yang dibangun, tetapi dari dampak sosial yang dihasilkan: menurunnya angka anak putus sekolah, meningkatnya partisipasi pendidikan di daerah terpencil, dan tumbuhnya generasi muda yang lebih percaya diri dan produktif.
Selain itu, Sekolah Rakyat juga berperan dalam membangun solidaritas sosial di tingkat lokal. Dengan melibatkan tokoh masyarakat, organisasi sosial, dan lembaga keagamaan, sekolah-sekolah ini menjadi pusat kegiatan masyarakat yang memupuk gotong royong dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan anak-anak.
Program Sekolah Rakyat merupakan bukti nyata bahwa pemerintah serius menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan berkeadilan. Namun, keberhasilan program ini tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah semata. Diperlukan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat, mulai dari orang tua, dunia usaha, organisasi sosial, dan lembaga Pendidikan untuk memastikan setiap anak Indonesia memperoleh haknya untuk belajar.
Mendukung Sekolah Rakyat berarti mendukung masa depan bangsa. Melalui pendidikan yang mudah diakses, bermutu, dan berkarakter, Indonesia akan melahirkan generasi yang tangguh, mandiri, dan berdaya saing global. Kini saatnya seluruh elemen bangsa bergandengan tangan menjaga keberlanjutan program ini, karena mencerdaskan anak bangsa bukan sekadar tugas pemerintah, tetapi panggilan moral seluruh rakyat Indonesia.
(* Penulis merupakan Pengamat Pendidikan