OLeh: Ardiansyah Gunawan*
Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Bangka yang telah digelar pada tanggal 27 Agustus 2025 lalu seharusnya mampu menjadi sebuah momentum untuk menutup seluruh polemik panjang yang terjadi pasca-Pilkada 2024.
Untuk menghadapi adanya polemik setelah PSU tersebut, hendaknya seluruh masyarakat di Bangka Belitung perlu meneguhkan sikap mereka dengan menerima apa pun dan bagaimanapun hasil akhir dari pelaksanaan PSU tersebut. Pasalnya, sikap legawa dan kedewasaan politik itu jelas akan menjadi kunci yang penting bagi terwujudnya demokrasi damai yang lebih stabil serta kondusif di daerah itu.
Polemik berkepanjangan yang terjadi pasca pelaksanaan Pemungutan Suara Ualng itu hanya akan terus memperlebar jurang perbedaan yang terjadi di tengah masyarakat sendiri. Selain itu, potensi gesekan sosial juga bisa semakin mengganggu stabilitas politik dan menghambat pembangunan daerah yang bersangkutan.
Sebaliknya, jika penerimaan hasil PSU terwujud di tengah masyarakat, maka hal tersebut akan memperlihatkan adanya komitmen yang kuat dari seluruh pihak terhadap terwujudnya demokrasi yang sehat.
Apabila masih saja ada pihak yang menolak untuk menerima hasil yang sah, maka jelas hanya akan menimbulkan ketidakpastian dan menciptakan preseden buruk dalam perjalanan demokrasi lokal.
Ketua Bawaslu Kabupaten Bangka, Fega Erora, menegaskan bahwa proses hukum atas sengketa PSU sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi. Ia menyampaikan bahwa dua gugatan terkait pemalsuan dokumen pencalonan dan keabsahan ijazah salah satu kandidat telah terdaftar di MK.
Bawaslu hadir untuk memberikan keterangan dan menunggu putusan. Menurutnya, penetapan kepala daerah definitif akan sepenuhnya bergantung pada keputusan MK, sementara KPU tetap berada pada posisi menindaklanjuti sesuai tahapan. Pesan yang tersirat adalah pentingnya menahan diri dan menghormati mekanisme hukum agar tidak menciptakan gejolak baru.
Sementara itu, Ketua KPU Bangka Belitung, Husin, menjelaskan bahwa tiga pasangan calon yang kalah dalam PSU juga telah melayangkan gugatan ke MK. KPU, sebagai penyelenggara, memberikan penjelasan tentang seluruh tahapan yang dijalankan.
Hasil rekapitulasi menunjukkan pasangan Ferry Insani – Syahbudin memperoleh suara terbanyak dengan 48.806 suara, unggul signifikan dari empat pasangan lain. Namun, pleno penetapan tertunda menunggu putusan MK.
Penjelasan Husin menegaskan bahwa proses demokrasi memiliki jalur yang sahih dan berlapis. Oleh karena itu, masyarakat perlu menghormati seluruh tahapan tersebut agar kepercayaan publik terhadap demokrasi tetap terjaga.
Suara yang lebih menekankan pada aspek moral dan spiritual datang dari Prof Quraish Shihab. Menurutnya, hasil akhir pemilu adalah cermin masyarakat. Jika hasil itu dipandang baik, maka hal tersebut merupakan refleksi dari kebaikan masyarakat, sebaliknya bila dianggap buruk, maka itu pun tetap mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Ia mengajak seluruh warga untuk menerima hasil pemilu dengan lapang dada, terlepas siapa pemenangnya. Bagi Quraish, sikap legawa bukan sekadar soal kalah dan menang, melainkan jalan untuk menjaga ukhuwah, persaudaraan, dan persatuan bangsa. Ia menegaskan bahwa kekuasaan sejatinya milik Tuhan, yang memberi dan mencabut sesuai kehendak-Nya.
Pandangan moral itu sejalan dengan prinsip demokrasi yang menekankan sikap dewasa dalam menerima perbedaan. Demokrasi tidak berhenti pada proses pemungutan suara, melainkan juga terletak pada kemampuan seluruh pihak untuk menerima hasil akhir dengan jiwa besar. Jika semua pihak hanya terfokus pada kemenangan tanpa menghormati hasil, maka demokrasi akan kehilangan makna sejatinya.
Penghormatan terhadap hasil PSU bukan hanya demi menjaga suasana kondusif di Bangka Belitung, tetapi juga menjadi teladan nasional. Dalam era demokrasi modern, konsolidasi politik tidak boleh diganggu oleh provokasi, apalagi oleh upaya mempertahankan polemik yang tidak berdasar.
Setiap proses hukum sudah memiliki jalur yang jelas, baik melalui Bawaslu maupun Mahkamah Konstitusi. Dengan begitu, masyarakat dapat menyaksikan bahwa sistem demokrasi bekerja sesuai aturan dan mekanisme yang telah disepakati bersama.
Selain itu, penerimaan hasil PSU juga berfungsi menjaga persatuan masyarakat. Pilkada selalu melibatkan emosi kolektif yang kuat. Jika masyarakat masih terbawa euforia kemenangan atau kekecewaan kekalahan, potensi perpecahan bisa membesar.
Penerimaan hasil dengan lapang dada akan membantu meredam ketegangan dan membuka ruang dialog untuk membangun masa depan bersama. Demokrasi damai hanya mungkin tercipta jika masyarakat mengutamakan persaudaraan dan kesatuan, bukan sekadar kepentingan politik sesaat.
Lebih jauh, sikap menerima hasil PSU akan memberi ruang bagi pemerintah daerah terpilih untuk segera bekerja. Polemik yang tidak kunjung usai hanya akan menghambat jalannya roda pemerintahan.
Sementara itu, masyarakat memerlukan kepastian dan kepemimpinan yang fokus membangun daerah. Penerimaan hasil adalah langkah konkret yang akan mempercepat peralihan energi dari persaingan politik menuju kerja nyata untuk kepentingan publik.
Kesediaan masyarakat untuk menerima hasil PSU secara terbuka merupakan bentuk kedewasaan politik. Demokrasi bukan hanya soal siapa yang berkuasa, melainkan bagaimana masyarakat menjaga stabilitas, mengutamakan persaudaraan, serta menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya.
Dengan sikap itu, Bangka Belitung dapat menjadi teladan bagaimana demokrasi dijalankan dengan damai, bermartabat, dan penuh tanggung jawab. Pada akhirnya, demokrasi damai hanya bisa diwujudkan jika seluruh masyarakat menerima hasil PSU dengan ikhlas, terlepas dari siapa yang menang ataupun kalah. (*)
*Analis Kebijakan Politik