Jakarta – Soliditas antara TNI dan Polri bersama dengan peran strategis intelijen kini menjadi sorotan sebagai kunci utama menjaga stabilitas demokrasi di Indonesia. Kehadiran dua institusi pertahanan dan keamanan negara tersebut di lapangan, ditambah dengan kerja intelijen dalam membaca dinamika situasi, menunjukkan bahwa negara hadir secara nyata untuk memastikan proses demokrasi berjalan aman, tertib, dan terbebas dari upaya provokatif yang berpotensi mengganggu persatuan bangsa.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, menegaskan sinergi TNI dan Polri bukan hanya seremonial, melainkan bentuk kehadiran negara yang konkret di tengah masyarakat. Ia menyampaikan bahwa patroli gabungan rutin dilaksanakan untuk memberikan rasa aman kepada publik.
“TNI dan Polri hadir bersama di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan rasa aman dan nyaman. Kami berkonsentrasi penuh dalam pemulihan keamanan dengan segera,” ujar Trunoyudo.
Sejalan dengan itu, Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah, menekankan TNI terus memperkuat peran preventif demi menjaga stabilitas nasional. Menurutnya, keterbukaan terhadap kritik publik menjadi bagian penting dalam memperbaiki langkah pengamanan.
“Kita terbuka bagi pengamat yang memberikan masukan untuk berbenah. Dengan begitu, kita bisa lebih cermat, antisipatif, dan siap dalam melaksanakan upaya pencegahan,” kata Freddy.
Di tengah sorotan publik mengenai kerusuhan yang sempat terjadi, muncul pandangan berbeda terkait peran intelijen. Dosen Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia, Stanislaus Riyanta, menegaskan bahwa peristiwa tersebut tidak bisa serta-merta disebut sebagai kegagalan intelijen.
“Intelijen sejatinya sudah memprediksi adanya aksi unjuk rasa,” ujarnya. Menurut Stanislaus, tugas intelijen bukanlah melakukan penindakan langsung, melainkan menyampaikan informasi kepada para pengguna kebijakan.
Ia menambahkan, kondisi di lapangan dapat berubah dengan cepat, apalagi dengan adanya provokasi masif yang berkembang di media sosial. “Situasi di lapangan bisa berubah sangat cepat, sementara dinamika provokasi di media sosial sangat memengaruhi perkembangan,” jelasnya.
Dengan demikian, soliditas TNI-Polri yang terus diperkuat serta peran intelijen yang tetap berjalan sesuai fungsinya menjadi kunci dalam menjaga stabilitas nasional. Kehadiran aparat di lapangan, ditambah dengan kewaspadaan terhadap arus provokasi di media sosial, menunjukkan bahwa negara tidak tinggal diam menghadapi tantangan demokrasi. Kolaborasi ini diharapkan mampu menciptakan rasa aman bagi masyarakat sekaligus memastikan iklim demokrasi tetap sehat dan terhindar dari upaya yang berpotensi memecah belah bangsa.