Wapres Gibran Sah Dipilih Rakyat, Hentikan Wacana Pemakzulan

Oleh : Deka Prawira )*

Isu pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali mencuat di ruang publik. Namun, wacana ini tidak hanya melemahkan sistem demokrasi, tetapi juga mengancam stabilitas pemerintahan yang masih dalam masa awal bekerja. Sudah saatnya kita sebagai warga negara menolak segala bentuk provokasi pemakzulan yang tidak berdasar.

Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran membutuhkan ruang kerja yang tenang dan fokus. Isu-isu politik yang tak relevan, seperti pemakzulan, justru berisiko menghambat laju pemerintahan dalam menunaikan janji-janjinya kepada rakyat. Sebagai bangsa yang sudah melewati proses pemilihan umum yang konstitusional dan demokratis, hasil pemilu semestinya dihormati sebagai manifestasi dari suara rakyat.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, menyatakan bahwa peluang untuk memakzulkan Gibran sangat kecil bahkan nyaris tidak mungkin terjadi. Hal ini karena secara politik, dukungan terhadap gagasan tersebut minim dan tidak memiliki pijakan kuat di parlemen. Tiga partai besar bahkan telah menyatakan penolakannya terhadap isu tersebut, yang seharusnya sudah cukup menjadi sinyal bahwa tidak ada kekuatan mayoritas untuk melanjutkan agenda pemakzulan.

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, pemakzulan bukan sekadar opini publik atau keinginan kelompok tertentu. Mekanismenya sangat ketat dan kompleks, membutuhkan bukti kuat atas pelanggaran hukum yang berat, dan harus melewati persetujuan dari DPR serta Mahkamah Konstitusi. Artinya, wacana ini tidak cukup hanya didorong oleh ketidaksukaan politik, melainkan harus disertai dasar hukum yang jelas dan dukungan politik yang memadai—dua hal yang saat ini sangat tidak tersedia.

Jimly juga mengingatkan pentingnya energi masyarakat diarahkan pada pengawasan terhadap kinerja pemerintahan saat ini, bukan tenggelam dalam isu-isu yang tidak substansial. Ia menyarankan agar masyarakat lebih kritis dalam mengawal jalannya pemerintahan ketimbang terus mempertanyakan legitimasi yang sudah sah. Konsolidasi demokrasi, menurutnya, adalah tugas bersama pasca pemilu, bukan memperpanjang konflik yang tidak membawa manfaat apa pun bagi rakyat.

Ia pun menekankan bahwa pengalaman dari Pemilu 2024 seharusnya menjadi pelajaran berharga agar bangsa ini lebih siap dalam menghadapi pemilu selanjutnya di 2029. Kita harus berani mengakui bahwa demokrasi membutuhkan kedewasaan politik, dan kedewasaan itu ditunjukkan dengan menghargai hasil pemilu serta mendukung pemerintahan bekerja dalam koridor hukum dan konstitusi.

Dari kalangan legislatif, suara penolakan juga datang secara tegas. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, meminta semua pihak untuk tidak terjebak dalam arus provokasi. Menurutnya, hasil pemilu adalah representasi sah dari kehendak rakyat, dan seharusnya dihormati oleh semua elemen bangsa. Ia juga mengingatkan bahwa pergantian kepemimpinan hanya bisa dilakukan melalui mekanisme konstitusional, bukan melalui narasi politik yang dibangun tanpa dasar.

Ia menilai, isu pemakzulan yang dilemparkan ke ruang publik tanpa didasari argumen hukum yang kuat hanya akan mengganggu stabilitas politik dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi yang telah berjalan dengan baik. Sebagai bangsa yang sedang bersiap menghadapi tantangan global dan agenda pembangunan nasional, energi kita sebaiknya difokuskan pada kerja-kerja konkret, bukan pada wacana pemakzulan yang cenderung mengarah pada perpecahan.

Sejumlah pihak mungkin menganggap bahwa surat dari Forum Purnawirawan TNI yang meminta pemakzulan Gibran sebagai bentuk kontrol publik. Namun, hingga kini belum ada langkah konkret dari lembaga parlemen untuk menindaklanjuti surat tersebut. Artinya, secara kelembagaan, tidak ada proses yang tengah berjalan terkait pemakzulan. Ini menandakan bahwa secara politis maupun administratif, wacana itu tidak menemukan ruang untuk diwujudkan.

Stabilitas politik adalah fondasi utama dari pembangunan nasional. Dalam masa transisi pemerintahan seperti sekarang, ketenangan dan dukungan dari masyarakat menjadi sangat penting. Pemerintahan baru membutuhkan kepercayaan untuk melaksanakan mandatnya secara penuh. Kita tidak bisa terus-menerus berada dalam atmosfer konflik politik yang berkepanjangan, karena itu hanya akan merugikan rakyat secara luas.

Kritik terhadap pemerintah adalah hal yang wajar dan bahkan sehat dalam demokrasi. Namun, kritik itu harus dilandasi oleh data, hukum, dan tujuan perbaikan, bukan oleh emosi atau ambisi politik. Kita perlu menjadi publik yang dewasa dalam menyampaikan pendapat dan bijak dalam merespons isu-isu yang berkembang. Jangan sampai kita terseret dalam arus informasi yang sengaja dibentuk untuk menyesatkan opini publik.

Dalam kondisi bangsa yang sedang bersiap melangkah ke babak baru pembangunan, mari kita pilih untuk menjadi bagian dari solusi, bukan pembuat kegaduhan. Pemerintahan Prabowo-Gibran telah sah secara hukum dan konstitusi. Mereka memegang mandat rakyat yang diberikan lewat pemilu, dan mandat itu harus dihormati.

Oleh karena itu, sudah waktunya masyarakat menolak segala bentuk provokasi dan agitasi politik yang mengarah pada pemakzulan tanpa dasar. Mari kita dukung pemerintahan ini agar bisa bekerja maksimal dan tetap dalam jalur konstitusi yang demokratis. Pilihan terbaik saat ini adalah menjaga stabilitas, memperkuat kepercayaan publik, dan memastikan pemerintahan baru mampu bekerja untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

)* Penulis adalah pengamat sosial politik

More From Author

Wacana Pemakzulan Gibran Tidak Mungkin Dilakukan, Masyarakat Fokus Kawal Pemerintahan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *