Abaikan Ajakan Demo Gelar Pahlawan Soeharto, Pilih Jalur Konstitusional

Oleh: Andi Ramli

Masyarakat Indonesia sebaiknya mengabaikan saja seruan demonstrasi yang menolak penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Republik Indonesia Ke-2, Soeharto. Ajakan melaksanakan aksi massa merupakan provokasi nyata dari segelintir pihak yang tidak bertanggung jawab, berupaya keras menolak keputusan negara. Padahal, negara sudah memfasilitasi setiap warga agar demokratisasi tetap berjalan dan hidup subur di Indonesia, yakni melalui jalur konstitusional.

Menjadi hal yang sangat penting bagi seluruh pihak untuk dapat memilih dan memilah mana saja narasi provokasi dan mana yang memang menenangkan publik, karena hal tersebut berkaitan dengan betapa pentingnya menjaga stabilitas serta persatuan nasional.

Pihak-pihak tersebut berpendapat, perbedaan pandangan sebaiknya disalurkan melalui mekanisme hukum dan institusi yang memang telah tersedia, seperti Mahkamah Konstitusi (MK) atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan justru melalui aksi massa yang sangat berpotensi mengganggu ketertiban umum.

Para akademisi hukum dan aktivis HAM menyarankan agar penolakan itu diajukan melalui jalur hukum yang sah, misalnya dengan menggugat Keputusan Presiden (Keppres) tentang penganugerahan gelar tersebut ke PTUN.

Alternatif lain, mengajukan uji materi undang-undang terkait ke MK jika dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Seruan tersebut secara fundamental bertujuan untuk meredam ketegangan sosial dan politik yang mungkin saja timbul akibat pro-kontra pemberian gelar itu.

Masyarakat secara khusus diminta tidak terprovokasi oleh ajakan demo dan harus berfokus pada cara-cara penyampaian aspirasi yang damai dan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.

Pemerintah sendiri telah menyatakan bahwa proses pemberian gelar pahlawan telah melalui serangkaian tahapan dan kajian sejarah yang sangat mendalam. Pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto, dalam pandangan banyak elemen masyarakat lintas sektor, merupakan bentuk penghargaan negara atas jejak pengabdian panjang yang telah memengaruhi arah pembangunan nasional.

Banyak pihak menilai Soeharto telah memberikan fondasi stabilitas ekonomi dan politik dalam periode yang sangat menentukan bagi perjalanan Indonesia ke depan. Karena itu, ajakan menolak gelar tersebut melalui demonstrasi jalanan dianggap tidak relevan dengan kenyataan historis maupun proses hukum yang sudah dilalui sebelumnya.

Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 Republik Indonesia, Jusuf Kalla, menyatakan bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Ke-2 Soeharto sudah bukan lagi menjadi isu pro dan kontra jika telah ditetapkan oleh pemerintah.

Jusuf Kalla mengajak publik agar perlu menerima pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sebagai sebuah kenyataan yang harus diakui. Jusuf Kalla memang tidak menampik bahwa Soeharto memiliki kekurangan, tetapi sosok tersebut juga mempunyai jasa besar bagi negara.

Dia juga menambahkan bahwa semua orang memiliki kekurangan, dan tidak ada yang sempurna. Jusuf Kalla menilai Soeharto pada eranya telah membawa negeri ini menjadi lebih baik, mencatat pertumbuhan ekonomi kala itu bisa mencapai 7 hingga 8 persen.

Pertumbuhan ekonomi tersebut sulit dicapai kembali setelah eranya. Jusuf Kalla mengatakan bahwa semua sosok pun memiliki perannya masing-masing kepada bangsa dan negara. Pemberian gelar pahlawan, menurutnya, sama seperti nilai-nilai dalam agama. Jika amal seseorang lebih banyak daripada dosa, maka orang itu akan masuk surga. Ini sama juga, bahwa memang ada masalah, tapi sumbangannya kepada bangsa jauh lebih banyak.

Selanjutnya, Wakil Presiden ke-13 Republik Indonesia, KH Ma’ruf Amin, memandang sangat penting untuk menjaga ketenangan kolektif demi meredam risiko eskalasi di lapangan. KH Ma’ruf Amin mendorong seluruh lapisan masyarakat untuk tidak terbawa arus provokasi yang justru hanya akan memperlebar ketegangan sosial.

Dalam pandangannya, penyelesaian polemik semestinya ditempuh dengan kepala dingin dan harus mempercayakan mekanisme hukum yang telah disediakan oleh negara. KH Ma’ruf Amin menilai pengendalian situasi melalui langkah cepat pemerintah sangatlah krusial agar perkembangan di lapangan tetap terkendali tanpa membuka ruang bagi tindakan anarkis yang tidak perlu.

Dorongan KH Ma’ruf Amin agar aparatur penegak hukum menjaga transparansi juga menjadi penegasan bahwa jalur konstitusional adalah arena yang memberikan kepastian hukum yang jelas.

Pendekatan itu menghilangkan ruang bagi keraguan publik sekaligus mengokohkan legitimasi keputusan negara. Dalam kerangka tersebut, demonstrasi yang berpotensi menimbulkan kekisruhan dianggap tidak memberi manfaat apa pun bagi masyarakat luas.

Terakhir, Majelis Ulama Indonesia melalui Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi, Masduki Baidlowi, menempatkan keselamatan publik sebagai prioritas utama. Masduki Baidlowi memandang aksi demonstrasi yang berpotensi merusak fasilitas umum dan menghambat aktivitas masyarakat sebagai tindakan yang tidak lagi berada dalam konteks penyampaian aspirasi.

Ketika aktivitas di ruang publik telah menimbulkan keresahan dan merugikan kepentingan banyak pihak, ia menilai aksi tersebut perlu dihentikan demi kebaikan bersama. Pendapat itu memperjelas betapa pentingnya memisahkan antara penyampaian pendapat secara sehat dengan tindakan yang justru membebani masyarakat luas.

Masyarakat dari berbagai latar belakang didorong untuk tetap waspada dan kritis, namun tidak larut dalam agitasi yang tidak bertanggung jawab. Mengutamakan persaudaraan, menjaga stabilitas, dan memastikan ketenteraman publik menjadi sikap yang sangat penting agar perbedaan visi tidak bergeser menjadi bibit konflik berkepanjangan. Dalam konteks tersebut, menolak provokasi demonstrasi menjadi pilihan rasional untuk menjaga kebersamaan dan keutuhan bangsa. (*)

Analis Politik Nasional – Forum Kajian Demokrasi Indonesia

More From Author

Publik Sambut Hangat Status Pahlawan kepada Soeharto

Tokoh Masyarakat Jayawijaya Serukan Tetap Tenang dan Tolak Ajakan Perayaan HUT KNPB

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *